Penelitian Buktikan Gonggong Makanan Khas Kepri Mengandung Mikroplastik

"Gonggong tidak mati ketika menyerap mikroplastik, melainkan bisa bertahan," ujar Kafa.

M Nurhadi
Sabtu, 21 Agustus 2021 | 09:52 WIB
Penelitian Buktikan Gonggong Makanan Khas Kepri Mengandung Mikroplastik
Kafa saat meneliti adanya mikroplastik di pencernaan gonggong (Antara)

SuaraBatam.id - Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang, bernama Kafabihi berhasil temukan mikroplastik di bagian pencernaan gonggong, hewan laut yang menjadi makanan khas masyarakat Kepulauan Riau.

"Saya melakukan penelitian terhadap gonggong selama empat bulan di perairan Pegudang, Sebong Pereh dan Sebong Lagoi. Hasilnya cukup mengejutkan karena ditemukan sampah mikroplastik di tubuh hewan laut yang kerap dikonsumsi masyarakat," kata Kafa, Jumat (20/8/2021).

Penelitian skripsi milik Kafa dilakukan di pasir sepanjang perairan di perairan Pegudang, Sebong Pereh dan Sebong Pereh, Lagii, Bintan.

Gonggong hidup di atas pasir. Gonggong yang merupakan ikon Kota Tanjungpinang menyerap organik yang berada di pasir.

Baca Juga:TOK! Telaga Bidadari Ditutup, Ini Penyebabnya

Kafa menduga pasir tempat gonggong berkembang biak tersebut sudah tercemar mikroplastik sehingga dikonsumsi oleh gonggong.

Mikroplastik itu berasal dari sampah plastik yang mencemari perairan. Sampah plastik itu pun semakin malam semakin kecil hingga menjadi mikro.

Semua gonggong yang diteliti terkontaminasi mikroplastik. Lokasi Pegudang menjadi lokasi terparah dengan tingkat polutan pada gonggong sebesar 88 persen. Bahkan ada 22 partikel berbahaya di dalam setiap gonggong. 

"Gonggong tidak mati ketika menyerap mikroplastik, melainkan bisa bertahan," ujarnya.

Kafa mengaku tertarik meneliti gonggong lantaran hewan laut ini merupakan salah satu menu utama yang dijual di restoran "seafood", yang paling diminati. Bahkan gonggong kerap dipromosikan kepada wisatawan domestik dan wisman.

Baca Juga:Pasien Covid-19 Sembuh di Kota Batam Capai 92,451 Persen

Harga gonggong yang direbus, yang dijual pedagang mencapai Rp70.000-Rp90.000, juga cukup tinggi sehingga menarik untuk diteliti.

Gonggong juga merupakan spesies gastropoda endemik yang hanya ditemukan di Perairan Kepri dan Bangka Belitung. 

"Gonggong juga menjadi bahan pangan seafood terbanyak dikonsumsi setelah kerang-kerangan," ucapnya.

Ia mengatakan pengolahan gonggong sebagai bahan makanan harus lebih higienis. Merebus gonggong harus dengan menggunakan garam dapur serta memisahkan dari cangkangnya untuk meminimalisir rantai polutan tingkat manusia.

"Untuk benar-benar bersih dan higienis, rasanya tidak mungkin. Namun untuk meminimalisir polutan dalam gonggong, hanya dengan merebusnya dengan garam dapur dan memisahkan dari cangkangnya," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini