Berdasarkan data BP2MI, diperkirakan ada 5,3 juta PMI dari sekitar 9 juta PMI yang bekerja di sejumlah negara penempatan bekerja secara ilegal dan tidak terdaftar.
Sedangkan ada 3,7 juta PMI lainnya bekerja legal dan terdaftar secara resmi.
Sementara di Malaysia sendiri diperkirakan dari tiga juta PMI yang bekerja di Malaysia, satu juta lebih bekerja secara legal dan sisanya ilegal.
"Momentum pertemuan pimpinan kedua negara ini harus serius dan komitmen untuk benar-benar memastikan bahwa PMI yang bekerja di Malaysia dapat terlindungi dan merasa aman serta nyaman dalam bekerja," katanya.
Baca Juga:Ealah! Buruh Migran Ilegal Asal Banyuwangi Lebih Banyak Dibanding yang Legal
Belum dibukanya pengiriman PMI ke Malaysia, ujar dia, berdampak pada ekonomi dan pengangguran di daerah.
"Kami sudah menyurati Menteri Ketenagakerjaan dan Kepala BP2MI untuk segera menindaklanjuti kerjasama antara kedua negara ini dalam hal ini dibukakannya kembali penempatan PMI ke Malaysia," katanya.
Zainul mengatakan pihaknya pernah menggugat Keputusan Menaker Nomor 151 tahun 2020, tentang Penghentian Sementara Penempatan PMI pada Juni 2020 dengan hasil Menteri Ketenagakerjaan mencabut keputusan tersebut sehingga calon PMI sudah dapat ditempatkan untuk bekerja ke luar negeri.
"Penting bagi kita agar pemerintah segera membuka pintu bagi calon PMI yang telah siap diberangkatkan untuk bekerja di Malaysia, karena Malaysia sudah membuka diri siap menerima PMI untuk bekerja di Malaysia," katanya.
Zainul mengatakan jika pengiriman PMI tidak segera dilakukan maka dampak kemiskinan dan pengangguran di daerah akan semakin meningkat dan pengiriman PMI secara Ilegal akan terus terjadi secara masif. (antara)
Baca Juga:WNI di Malaysia Terancam Diusir, Jika Langgar Prokes COVID-19