Rusia Tawarkan Kerja Sama Pengembangan Nuklir di Indonesia, Pengamat: Momentum yang Tepat untuk PLTN

Menurut pengamat ekonomi energi UGM Fahmy Radhi bahwa tawaran itu adalah momentum untuk merealisasikan pembangkit listrik tenaga nuklir atau PLTN di Indonesia.

Eliza Gusmeri
Jum'at, 08 Juli 2022 | 07:00 WIB
Rusia Tawarkan Kerja Sama Pengembangan Nuklir di Indonesia, Pengamat: Momentum yang Tepat untuk PLTN
Ilustrasi pembangkit listrik tenaga nuklir di Jerman. [Shutterstock]

SuaraBatam.id - Presiden Rusia Vladimir Putin menawarkan kerja sama pengembangan teknologi nuklir kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menurut pengamat ekonomi energi UGM Fahmy Radhi bahwa tawaran itu adalah momentum untuk merealisasikan pembangkit listrik tenaga nuklir atau PLTN di Indonesia.

"Menurut saya saat inilah momentum yang tepat," kata Fahmy di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (6/7/2022), dikutip dari suara.com.

Menurut dia, rencana pembangunan PLTN di Indonesia terlalu lama jika harus menunggu 2040 mengacu Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

Baca Juga:Pada 2025, Stasiun Manggarai Bakal Layani KRL Jabodetabek, Kereta Jarak Jauh hingga KA Bandara

"Kalau 2040 akan tertinggal jauh," ujar Fahmy Radhi.

Karena itu, Fahmy menuturkan tawaran Vladimir Putin terkait pengembangan teknologi nuklir di Indonesia wajib diterima, apalagi Indonesia memiliki target mencapai nol emisi karbon pada 2060.

Tanpa menghadirkan nuklir sebagai energi komplementer, menurutnya, mustahil Indonesia mencapai target itu.

"Dengan kemampuan Rusia yang cukup besar, kemudian juga kebutuhan Indonesia untuk mencapai zero carbon dan kita punya uranium maka wajib menerima tawaran dari Putin," ujar dia.

Karena memiliki bahan baku uranium sendiri, menurut dia, biaya produksi pengembangan PLTN di Indonesia lebih murah dibandingkan di negara lain yang tidak memiliki uranium.

Baca Juga:Masyarakat Diminta Bersyukur Harga Beras Tidak Naik

"Kita punya uranium, kita punya sumber daya tapi kita tidak punya teknologi karena untuk PLTN dibutuhkan teknologi tinggi," kata Fahmy Radhi.

Penting dicatat bahwa Badan Tenaga Nuklir Nasional, yang kini sudah melebur ke dalam BRIN, dan Kementerian ESDM mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki potensi uranium lebih dari 81.000 ton.

Menurut Fahmy, sebagai energi bersih yang dapat melengkapi bauran energi baru terbarukan pembangkit listrik di Indonesia, PLTN sekaligus dapat mengatasi kelemahan pembangkit tenaga surya dan bayu, yang tidak dapat memasok listrik secara penuh sepanjang waktu, karena sifatnya intermittent, yang tergantung cahaya matahari dan embusan angin.

Sebelum kerja sama Indonesia dan Rusia direalisasikan, menurut dia, pemerintah, DPR dan Dewan Energi Nasional (DEN) harus mengubah Kebijakan Energi Nasional, yang selama ini menempatkan energi nuklir sebagai alternatif terakhir.

"Pemerintah, DPR, dan DEN harus mengubah dulu kebijakan energi nasional yang menempatkan nuklir sebagai energi terakhir. Harus diubah menjadi energi yang prioritas sehingga memungkinkan kerja sama dengan Rusia melalui Putin," kata dia.

Dengan pengalaman, kompetensi, dan keandalan teknologi Rusia dalam pengembangan PLTN melalui Rosatom State Corporation, menurut dia, pemerintah perlu meyakinkan bahwa masa depan pengembangan PLTN di Indonesia aman.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak