SuaraBatam.id - Wali Kota Batam, Muhammad Rudi menegaskan pihaknya dapat mencabut izin pemberian lahan dan bangunan, bagi para korban penggusuran di Kecamatan Nongsa.
Hal ini diungkapkannya, dalam pertemuan lanjutan yang digelar di GOR Perumahan Citra Mas, Nongsa, Rabu (13/10/2021) antara Pemerintah Kota (Pemko) Batam dengan ratusan pemilik kios, dan juga pemilik rumah yang terkena dampak proyek pelebaran jalan bagi kawasan Nongsa.
Rudi menegaskan bahwa hal ini akan terealisasi apabila para korban penggusuran, melanggar janji untuk menempati lokasi lahan yang telah diberikan oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam.
"Apabila bapak dan ibu melanggar janji dengan tidak membangun di lahan yang sudah kita berikan sekarang. Dan malah memilih untuk membangun bangunan liar di lokasi lain. Maka izin lahan yang bapak/ibu dapat saat ini langsung saya cabut," tegas Rudi yang ditemui di lokasi kegiatan.
Baca Juga:Batam Tunda Program Travel Bubble karena Dua Alasan Ini
Pertemuan lanjutan antara warga dan pihak Pemko Batam kali ini, untuk mencabut nomor undi lokasi lahan yang disediakan oleh BP Batam.
Rudi yang juga menjabat selaku Kepala BP Batam, menyebutkan lahan yang disediakan adalah lahan yang berada di kawasan Nilam Suri, Nongsa.
"Kawasan ini berada dekat dengan kawasan pantai dan juga lokasi Kampung Tua Nongsa. Pengundian ini, dimaksudkan agar nanti para penerima lahan tidak saling berebut mengenai lokasi baru mereka," ungkapnya.
Para penerima lahan juga akan diminta untuk mengisi data berdasarkan Kartu Kependudukan.
Hal ini dimaksudkan, guna memudahkan pihaknya melacak apabila para penerima hibah lahan untuk tidak melakukan kecurangan.
Baca Juga:Kampung Susun Cakung Relokasi Penggusuran Bukit Duri, Anies: Pengelolaan Oleh Warga
Rudi Janjikan Transportasi dan Listrik
Untuk korban penggusuran tersebut, Rudi juga menjanjikan akan membantu mengenai masalah transportasi, dan juga izin pemasangan meteran listrik baru.
"Tinggal bapak/ibu yang menjadwalkan kapan akan memindahkan barang di kios, ruko, atau rumah. Nanti akan dibantu oleh petugas Satpol dan Ditpam," terangnya.
Menurutnya, proyek pengembangan jalan di kawasan Nongsa ini perlu segera dilakukan, guna mewujudkan kawasan terpadu yang didukung oleh infrastruktur yang memadai.
Rudi sendiri menjelaskan, dalam rencana pembangunan tersebut pihaknya akan melakukan pelebaran jalan menjadi Row 70.
"Dengan pelebaran jalan ini, akan memudahkan akses dari kawasan Hang Nadim yang merupakan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), ke kawasan KEK Nongsa Digital Poin. Dan juga memudahkan akses masyarakat, yang akan menuju kawasan wisata di Nongsa," paparnya.
Rudi juga menuturkan wacana selanjutnya adalah pengembangan kawasan wisata pantai.
Dimana dengan pengembangan ini, diharapkan akan semakin meningkatkan jumlah kunjungan wisata lokal, sehingga lokasi terbaru bagi para pemilik kios akan ramai dikunjungi.
Sebelumnya, para pemilik kios dan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berada di sepanjang kawasan Nongsa, juga menolak wacana pelebaran akses jalan yang dilakukan oleh BP Batam dan Pemko Batam.
Para korban yang mayoritas merupakan warga Batu Besar ini, menyebutkan penolakan sengaja dilakukan karena BP Batam tidak memiliki kebijakan terkait relokasi masyarakat yang terdampak proyek tersebut.
Para warga menerangkan, rencana pelebaran jalan itu tidak turut serta melibatkan warga yang terdampak.
Selain kecewa, warga juga meminta proyek pelebaran jalan itu ditunda hingga warga dilibatkan dan didapat kesepakatan bersama.
“Jangan kalau ke sini pas ada maunya saja. Wali Kota sekali Kepala BP Batam, ajaklah kami duduk dulu membahas semuanya,” papar Mazlan selaku salah satu korban penggusuran dalam aksi unjuk rasa yang terjadi pada, Jumat (17/9/2021) lalu.
Mazlan juga menuturkan, pelebaran jalan yang mencapai ROW 70 terlalu lebar hingga berimbas pula pada pemukiman di sekitarnya.
Walau demikian, penolakan yang sebelumnya pernah berlangsung ini, tidak terlihat dalam kegiatan yang berlangsung pada, Rabu (13/10/2021) pagi dimana para warga yang hadir tampak menerima keputusan pemberian lahan baru tersebut.
Kontributor : Partahi Fernando W. Sirait