SuaraBatam.id - Belum nihil, jumlah kasus Covid-19 di Batam Selasa (21/9/2021) berjumlah 8 kasus. Jumlah kasus itu turun sejak 19 September seperti data data yang dicatat tim Satgas Covid-19 Batam.
Penurunan kasus Covid-19 di Batam mulai sejak tanggal 19 September, ditandai dengan tanpa penambahan kasus.
Saat ini, Pemerintah Kota (Pemko) Batam masih memberlakukan setiap aturan yang tertuang dalam Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3.
Hal ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Wali Kota Batam nomor 53 tahun 2021 yang mana, aturan ini akan berlaku hingga dua minggu mendatang.
Baca Juga:Lewati Masa Kritis, Chandra Liow Bersyukur Bisa Kembali Nonton Bioskop
Walau demikian, pemberlakuan PPKM Level 3 di Kota Batam, Kepulauan Riau ini, juga sedikit berbeda dengan data Satgas Covid-19 Batam, yang selalu melaporkan penurunan kasus setiap harinya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam, Didi Kusmardjadi membenarkan hal tersebut, Batam berada dalam zona kuning, namun keputusan level 3 sendiri berpatokan pada keadaan di Kepulauan Riau secara keseluruhan.
"Itu asesmennya tingkat provinsi. Jadi yang masih PPKM Level 3 itu se-Kepulauan Riau (Kepri)," ujar Didi ketika dihubungi, Rabu (22/9/2021).
Menurutnya, Kepri masih tetap berada di Level 3, karena beberapa kabupaten/kota-nya masih berada dalam kategori zona oranye.
Perkembangan kasus Covid-19 di daerah lain di Kepri mengakibatkan wilayah Kota Batam tetap harus menerapkan PPKM Level 3.
Baca Juga:Dafatr Aplikasi Cari Jodoh, Cocok untuk di Masa Pandemi COVID-19
Pelaporan Kasus Covid-19 di Batam Tidak Rinci
Didi juga menanggapi adanya keluhan dari Dinas Kesehatan Provinsi Kepri, yang menyebutkan para petugas Puskesmas Batam tidak rinci melaporkan kasus.
Menurut dia, pelaporan kasus Covid-19 selama ini dilakukan secara terpusat, atau langsung kepada pemerintah pusat.
Namun, untuk asesmen level PPKM, pemerintah pusat akan mengakumulasikan temuan kasus di kabupaten/kota lainnya dalam satu provinsi tersebut.
"Jadi penentuan level itu bukan untuk kabupaten/kota saja, tapi lingkupnya se-provinsi," tambah Didi.
Selama ini, lanjut Didi, hasil tracking dan testing PCR dilaporkan langsung oleh pihak rumah sakit.
Sementara itu, puskesmas hanya melaporkan hasil tracking rapid test antigen sesuai dengan amanat pemerintah pusat.
Tracking dengan rapid test Antigen juga masih terus dilakukan sampai sekarang.
Meski, sasaran warga yang di-rapid test terbatas hanya pada kontak erat bergejala saja.
Menurut Didi, hal ini mengikuti kebijakan Kemenkes RI yang lama.
"Jadi kami hanya mentracking kontak erat yang bergejala saja. Kalau yang tidak bergejala cukup diobservasi," ujar Didi.
Selain itu, keterbatasan tenaga kerja dan puskesmas menjadi salah satu penyebab angka tracking dan testing di Batam terbilang sedikit.
Saat ini, Batam yang memiliki 1,3 juta penduduk, diakuinya hanya memiliki 21 unit Puskesmas, dengan perbandingan angka rasio 1:60.000, dalam artian, satu puskesmas merawat 60.000 orang penduduk.
Padahal, ketentuan World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa rasio puskesmas maksimal 1:30.000 penduduk.
"Kalau jumlah puskesmas kita sedikit, otomatis tenaga kerja kita kan juga kurang. Saya kira provinsi jangan hanya menyalahkan saja jika hasil tracingnya sedikit, tetapi juga membantu sampai ke akar masalahnya. Karena kita dari Kota sudah selalu menyampaikan hal ini tapi tidak pernah ditanggapi," tambah Didi.
Kontributor : Partahi Fernando W. Sirait