Scroll untuk membaca artikel
Eliza Gusmeri
Rabu, 30 Maret 2022 | 16:51 WIB
Kuasa hukum PT Dani Tasha Lestari dan Direktur PT Dani Tasha Lestari menunjukkan surat gugatan terhadap BP Batam (suara.com/partahi)

SuaraBatam.id - PT. Dani Tasha Lestari selaku pengelola Purajaya Beach Resort Batam, melayangkan gugatan terhadap Badan Pengusahaan (BP) Batam, atas tindakan perebutan lahan salah satu investor lokal di bidang pariwisata.

Gugatan yang dilayangkan ke Pengadilan Negeri (PN) Batam, teregister dengan nomor perkara 92/Pdt.G/2022/PN Btm pada Selasa (29/3/2022) kemarin.

"Dasar gugatan yang kami masukkan adalah tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh BP Batam dan pimpinan. Gugatan ini juga kami layangkan ke pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Batam," tegas kuasa hukum PT. Dani Tasha Lestari, Djaka Susanto, Rabu (30/3/2022).

Djaka menerangkan, awal permasalahan terjadi pada tahun 2020, di saat Pemerintah Pusat mengesahkan aturan Ex-Officio, dan saat itu Kepala BP Batam dijabat oleh Muhammad Rudi yang juga merupakan Wali Kota Batam.

Baca Juga: Pewaris Kaget, Lahan Bukit Veteran di Batam yang Telah Dihibahkan Diduga Telah Diserobot Pengembang

Setelah pelantikan berlangsung, pihak BP Batam melakukan pemasangan pemberitahuan dilarang ke lokasi yang sudah dikelola sejak tahun 1993 lalu, dan telah berubah menjadi salah satu resort terbesar di Batam kala itu.

Namun dalam perjalanannya, Purijaya Beach Resort menghentikan operasional pada tahun 2011, dan berencana akan melakukan renovasi pada tahun 2020 setelah rencana ini telah disetujui sejak tahun 2014.

"Total lahan resort tersebut seluas 30 hektare. Dan perlu diingat bahwa seluruh izin pengelolaan lahan baru berakhir pada tahun 2023 mendatang. Namun di tahun 2020, BP Batam langsung mau mengambil alih," tegasnya.

Djaka mengatakan, dalam mengambil alih objek sengketa itu, BP Batam dinilai telah melanggar tata cara pembatalan alokasi lahan dan mengambil lahan alih secara sepihak hak atas tanah dan bangunan proyek sengketa.

Maka demi hukum, kata dia lagi, penggugat memiliki kedudukan hukum yang sah untuk bertindak dalam mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) Aquo.

Baca Juga: BP Batam Promosikan Potensi Investasi dan Ekonomi Batam di Acara Gathering Hybrid

"Dalam perkara ini, penggugat memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan Aquo. Dimana perbuatan tergugat (BP Batam) telah melanggar ketentuan pasal 3 dan 4 tentang peraturan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor 11 tahun 2016," paparnya.

Djaka menjelaskan dalam melakukan pengambil alihan secara sepihak atau pembatalan atas objek sengketa tersebut, seharusnya tergugat mengirimkan surat peringatan 1,2 dan 3 melalui surat pos tercatat.

Namun kewajiban itu tidak dilakukan oleh tergugat dan penggugat tidak pernah diajak klarifikasi dan tidak dikonfirmasi mengenai masalah tersebut.

"Sementara klien saya sudah tiga kali melakukan presentasi mengenai rencana renovasi mereka ke BP Batam. Itu di tahun 2014, 2017, dan 2019. Kenapa berkali-kali, karena akan disesuaikan dengan rencana pengembangan wisata yang juga akan dilakukan oleh BP Batam," tuturnya.

Masih kata Djaka, adapun tata cara pembatalan alokasi lahan dikarenakan hal tertentu dan pengalokasian lahan yang dibatalkan menurut peraturan Kepala BP Batam nomor 11 tahun 2016 adalah 7 hari kalender setelah diterbitkan surat peringatan ke-3.

Dengan aturan, apabila dalam kurun waktu tersebut, tidak ada tanggapan dari penerima alokasi lahan, maka alokasi lahan di batalkan.

Namun dalam perkara ini, sebut Djaka, pembatalan yang dilakukan pihak tergugat baru dilakukan pada tahun 2020, maka telah melebihi jangka waktu 7 hari sebagaimana yang diatur dalam pasal 4 peraturan Kepala BP Batam nomor 11 tahun 2016.

Dengan demikian, tergugat telah melakukan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh badan dan atau pejabat pemerintah.

"Aneh sekali pembatalan ini. Sebab, surat SP3 yang tidak pernah diterima penggugat. Dijelaskan dikeluarkan pada tahun 2017, sementara pembatalan alokasi lahan terjadi di tahun 2020. Berarti udah lewat dong, jika merujuk pada aturan Kepala BP Batam nomor 11 tahun 2016 pasal 4," tegas Djaka.

Secara nyata pembatalan sepihak oleh tergugat terhadap objek sengketa merupakan perbuatan melawan hukum.

Dalam perkara ini, pembatalan sepihak oleh tergugat terhadap objek sengketa, tergugat juga telah melakukan pemasangan tiang papan peringatan di objek sengketa.

"Sedangkan objek sengketa masih dalam sengketa dan belum ada proses eksekusi yang dilakukan Pengadilan," ungkapnya.

Sementara itu, Rury Afriansyah selaku Direktur PT. Dani Tasha Lestari berharap gugatan yang dilayangkan dapat dikabulkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam.

"Saya berharap gugatan kami bisa dikabulkan pihak PN Batam," harap Rury.

Rury menjelaskan, PT Dani Tasha Lestari mendapat pengalokasian lahan seluas 30 hektar dari BP Batam pada tahun 1993 untuk jenis usaha atau kegiatan di bidang Pariwisata guna peruntukan mendirikan Pariwisata dengan hak guna bangunan (HGB) selama jangka waktu 30 tahun dan dapat di perpanjangan lagi sesuai ketentuan yang berlaku dan kerjasama antara PT Dani Tasha Lestari dan BP Batam.

Setelah mendapat alokasi lahan tersebut, kata Rury, PT Dani Tasha Lestari sudah membangun Hotel dan sarana pendukung untuk keperluan Pariwisata dengan nama Purajaya Beach Resort.

Mengenai pengambil alihan lahan, Rury menjelaskan bahwa BP Batam menyebutkan alasan bahwa lahan seluas 30 Hektare tidak pernah digunakan atau dikelola.

"Alasan yang sangat tidak masuk akal. Karena resort ini dibangun oleh orang tua saya. Bahkan sampai sekarang bangunan dengan kapasitas 217 kamar, fasilitas pendukung berupa lapangan tenis hingga kolam renang masih ada. Resort ini bahkan dahulu sering digunakan oleh pegawai pemerintah, bahkan disaat Kepri masih bergabung dengan Provinsi Riau," tegasnya.

Tanggapan BP Batam

Terpisah, Direktur Humas dan Promosi BP Batam Ariastuty membenarkan perihal sengketa lahan antara BP Batam dengan Purijaya Beach Resort Nongsa.

Walau tidak berkomentar banyak, pihaknya menyebutkan bahwa saat ini hanya bersifat menunggu putusan pengadilan yang saat ini masih berjalan.

"Masih dalam proses hukum, kita hormati saja proses hukum yang tengah berjalan," singkatnya melalui aplikasi pesan singkat, Rabu (30/3/2022).

Kontributor : Partahi Fernando W. Sirait

Load More