Scroll untuk membaca artikel
M Nurhadi
Senin, 21 Juni 2021 | 16:28 WIB
Akltivitas bongkar muat kargo di dermaga Selatan Pelabuhan Batuampar, Batam. (Antara/Joko Sulistyo)

SuaraBatam.id - Sejumlah pengusaha di Industri Maritim Batam mengancam bakal melakukan aksi mogok pada awal Juli mendatang, menyusul ketidakjelasan dua Peraturan Kepala (Perka) yang dianggap hanya merugikan industri maritim.

Kedua perka yang dimaksud adalah Perka Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Sistem Host-To-Host Pembayaran Kegiatan Jasa Kepelabuhanan di Lingkungan Pelabuhan Batam, dan Perka Nomor 11 Tahun 2018 tentang Petunjuk Pelaksana Jenis dan Tarif Kepelabuhanan, serta merevisi PP No. 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

Ketua Indonesian National Shipowners Association (INSA) Kota Batam, Oesman Hasyim menuturkan aksi mogok industri maritim ini penting dilakukan, usai tidak adanya tindakan yang dilakukan oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam terkait keluhan para pengusaha di Industri Maritim.

"Selama tiga hari penuh, tidak akan ada pekerja industri maritim yang bekerja, tidak ada pelayanan terhadap kapal-kapal, dan jika itu “direstui” pemerintah dengan cara tidak mengambil tindakan secepatnya, diperkirakan negara akan merugi miliaran rupiah per harinya," kata dia, Senin (21/6/2021).

Baca Juga: Stop Pungli Karebosi, Forum Pemerhati Karebosi Pasang Baliho

Oesman menambahkan, kondisi ini mulai dirasakan oleh industri maritim sejak tahun 2016 lalu, hingga akibatnya dari total  115 perusahaan hanya 30 persen yang beroperasi. 

Dari angka tersebut, sekitar 300.000 tenaga kerja industri kemaritiman menganggur. Batam juga dianggap tidak lagi menjadi daerah tujuan bagi kapal domestik maupun asing. 

Kondisi ini kemudian diperparah dengan pungutan tarif pelabuhan yang ditarik secara sembarangan dan tidak sesuai aturan perundang-undangan. 

Saat ini banyak peraturan daerah yang dibuat oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam bersandar tanpa pegangan hukum yang jelas dan menjadi biang masalah pada industri kemaritiman di Batam. 

"Biaya kepelabuhan kini menjadi mahal. Ada berbagai ongkos yang seharusnya tidak dipungut pemerintah dari pengusaha kapal," lanjutnya.

Baca Juga: Sekarang Tak Layak Huni, Begini 5 Potret Rumah Sederhana Ria Ricis di Batam

Pungutan-pungutan tarif jasa tambat pada kapal di terminal-terminal khusus (galangan) atau pribadi yang bertentangan dengan setumpuk peraturan pusat dan sangat memberatkan pengusaha. 

Sesuai aturannya tarif jasa kepelabuhan baru dipungut bila ada kegiatan dan pelayanan. 

Tetapi menurut Oesman yang terjadi malah sebaliknya, mulai dari kapal yang sedang floating repair sampai yang baru dibangun sudah dikenakan jasa tambat. 

"Belum lagi cerita soal perusahaan yang diminta untuk menunjukan legal dokumen untuk setiap kapal tambat serta akta dengan kepemilikan saham 51 persen," tegasnya.

Ditambah lagi, BP Laut Batam membuat pernyataan kalau kapal dilarang berlama-lama melakukan docking repair dan maintenance di galangan. 

Padahal kapal yang masuk berbeda-beda jenis, pekerjaan, perbaikan, serta perawatannya. Harus diperhatikan pula ketersediaan bahan baku, tenaga kerja, dan bahkan cuaca. 

“Contoh dalam musim hujan tentu pengerjaan pengecatan kapal butuh waktu lebih lama. Kalau begini terus tidak ada lagi kapal yang mau masuk ke Batam, karena terbentur aturan, biaya mahal, dan banyak instansi yang ikut campur urusan bisnis,” kata dia.

Meski demikian, Oesman menuturkan INSA Batam bersama 7 Asosiasi Industri Maritim lain sebenarnya telah ditemui oleh Kepala BP Batam, Muhammad Rudi pada 28 April dan 4 Mei 2021 pun telah diadakan. 

Dalam rapat itu,Rudi berjanji akan mencari solusi atas keluhan mereka dalam waktu satu minggu, kemudian sudah membentuk tim khusus di bidang hukum untuk mengatasi persoalan ini. 

"Namun sudah dua bulan sejak saat itu tidak ada perubahan apapun. Dan sepertinya laporan hasil rapat terakhir tidak disampaikan ke Pemerintah Pusat. Untuk itu kami mengambil keputusan mengambil langkah nyata, agar Pemerintah Pusat mendengar apa yang terjadi dengan industri maritim yang menjadi primadona di Batam," ungkapnya.

Kontributor : Partahi Fernando W. Sirait

Load More