Berdiam di Singapura, Mantan Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa Diberi Batas Waktu Tinggal 14 Hari

Rajapaksa dapat tinggal di Singapura hingga 11 Agustus dengan perpanjangan waktu tersebut.

Eliza Gusmeri
Rabu, 27 Juli 2022 | 18:00 WIB
Berdiam di Singapura, Mantan Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa Diberi Batas Waktu Tinggal 14 Hari
Mantan Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa sebelum dilantik pada Senin (18/11/2019) waktu setempat. (Foto: AFP)

SuaraBatam.id - Mantan Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa yang saat ini dikabarkan berdiam di Singpura hanya diberi waktu tinggal 14 hari di negara itu, seperti yang sebut Reuters.

Rajapaksa dapat tinggal di Singapura hingga 11 Agustus dengan perpanjangan waktu tersebut.

Otoritas Imigrasi dan Pos Pemeriksaan di Singapura tidak dapat dikonfirmasi terkait perpanjangan izin itu.

Untuk diketahui, mantan presiden Srilanka itu datang ke Singapura pada 14 Juli, sehari setelah melarikan diri dari Sri Lanka yang dilanda krisis. Dia terbang ke Singapura melalui Maladewa.

Baca Juga:Lengkap Pakai Bumbu Kacang, Viral KFC Singapura Rilis Varian Ayam Goreng Sate

Dia kabur dari negaranya menyusul pemberontakan rakyat yang memaksanya mengundurkan diri sebagai presiden.

Pada saat itu, pemerintah Singapura mengatakan, Rajapaksa belum diberikan suaka, dan berada di negara itu untuk kunjungan pribadi.

"Saya yakin dia pada akhirnya akan mempertimbangkan untuk kembali ke Sri Lanka, tetapi tidak ada sikap politik atau sikap lain yang pasti mengenai hal ini," kata juru bicara pemerintah Sri Lanka Bandula Gunwardena.

Melansir wartaekonomi, Sri Lanka mengalami krisis ekonomi cukup parah selama beberapa bulan terakhir.

Saat ini, Perdana menteri Ranil Wickremesinghe terpilih sebagai presiden dalam pemungutan suara di parlemen, setelah Rajapaksa meninggalkan Sri Lanka dan mengundurkan diri.

Baca Juga:Takut Tak Ada Kesempatan, Ruben Onsu Temui Sahabat Paling Ditunggu di Singapura

Negara tersebut mengalami kekurangan cadangan devisa yang dibutuhkan untuk membayar impor penting seperti bahan bakar dan obat-obatan.

Aksi protes terhadap krisis ekonomi Sri Lanka telah membara selama berbulan-bulan.

Aksi protes mencapai puncaknya pada pekan lalu, ketika ratusan ribu orang mengambil alih gedung-gedung pemerintah di Kolombo, termasuk kediaman resmi presiden. Mereka menyalahkan keluarga Rajapaksa dan sekutunya atas inflasi yang tak terkendali, serta kelangkaan barang-barang kebutuhan pokok, dan korupsi.

Inflasi utama Sri Lanka mencapai 54,6 persen pada Juni. Bank sentral telah memperingatkan bahwa, inflasi bisa naik menjadi 70 persen dalam beberapa bulan mendatang.

Sri Lanka telah memulai diskusi awal dengan Dana Moneter Internasional tentang pinjaman bailout. Tetapi proses ini telah terganggu oleh kekacauan politik.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini