"Namun serombongan tentara menghentikannya dan menyuruhnya pulang, jadi dia bahkan tak bisa bekerja."
Sehari makan sekali
Ma Wai dan suaminya sudah menganggur selama tujuh bulan dan saat ini mengandalkan bantuan makanan untuk menghidupi empat anaknya dan ibunya yang tinggal bersama mereka.
"Kadang-kadang, kami hanya makan sekali sehari," katanya. "Kami belum pernah mengalami kesulitan seperti sekarang."
Baca Juga:Remaja Disodomi Lompat dari Ruko di Batam, Kerap Diancam Pakai Silet
Pemogokan dan boikot
Kota asal Ma Wai, yaitu Monywa, merupakan basis utama perlawanan terhadap kekuasaan militer. Banyak orang dari komunitasnya bergabung dalam unjuk rasa massal menentang kudeta militer pada 1 Februari.
"Ketika itu, tentara melepaskan tembakan ke arah lokasi lingkungan kami. Beberapa tetangga saya tewas dan sebagian lagi terluka diterjang peluru," katanya, mengenang.
Semenjak kudeta, puluhan ribu pegawai negeri -- mulai guru dan pekerja kereta api hingga dokter dan perawat -- menolak bekerja untuk rezim.
Menurut Pemerintah Persatuan Nasional, yang dibentuk oleh anggota parlemen yang digulingkan, lebih dari 410.000 pegawai pemerintah masih melakukan pemogokan.
Baca Juga:Tak Tahan Kerap Disodomi, Remaja Nekat Lompat dari Lantai 3 Ruko di Batam
Gerakan ini juga menyerukan aksi boikot terhadap segala sesuatu yang terkait rezim militer, mulai perbankan hingga kegiatan lotre yang disponsori negara; mulai bir dan rokok hingga telekomunikasi.