Cara Kerja Pinjol Dapatkan Nomor Calon Nasabah Hingga Jual Beli Data Penduduk

Jual beli data pribadi yang ditawarkan di media sosial rata-rata dihargai mulai dari Rp15 ribu sampai Rp25 ribu, tergantung pada kelengkapan identitas dan keterbaruan data.

M Nurhadi
Selasa, 29 Juni 2021 | 13:04 WIB
Cara Kerja Pinjol Dapatkan Nomor Calon Nasabah Hingga Jual Beli Data Penduduk
ILUSTRASI-Guru honorer di Semarang tertipu pinjol hingga ratusan juta. [Ist]

Penelusuran Tim Ahli

Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC di bawah pimpinan Doktor Pratama Persadha lantas melakukan tracing (menelusuri) asal mula jual beli foto KTP selfie di platform medsos.

Terungkap jual beli data tersebut bermula dari vendor yang membantu verifikasi dari berbagai aplikasi. Bahkan, tidak hanya aplikasi populer semacam dompet digital, tetapi aplikasi seperti PLN mobile juga membutuhkan foto KTP selfie untuk verifikasi. Untuk membantu verifikasi ini, ternyata diperbantukan pihak ketiga sebagai vendor.

Tidak hanya itu, ada yang berasal dari kebocoran pinjol ilegal juga, dan jumlahnya relatif cukup banyak. Hal ini terjadi, menurut pakar keamanan siber Pratama Persadha, karena mereka tidak concern terhadap security sehingga para pelaku kejahatan siber mudah sekali meretasnya.

Baca Juga:Pilu! Warga Tulungagung Bunuh Diri Akibat Depresi Tagihan Pinjol

Dalam kasus yang pertama kali viral adalah saat pegawai vendor yang melakukan verifikasi akun OVO, ternyata langsung melakukan kontak via WhatsApp kepada orang yang datanya sedang dia verifikasi. Celah inilah yang juga dimanfaatkan dengan menjual foto KTP selfie ke pinjol ilegal.

Sebenarnya, ada dua hal yang dilakukan, yakni pertama pinjol transfer ke rekening pemilik KTP asli dengan harapan nantinya bisa menagih dengan bunga tinggi.

Kedua, pelaku yang memiliki foto KTP selfie ini bisa saja membuat rekening palsu, kemudian melakukan apply ke pinjol dan transfer ke rekening yang mereka buat. Kedua hal ini sama-sama sangat merugikan masyarakat.

Seharusnya, menurut Pratama, Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa menjadi solusi. Namun, sayangnya rencana menjadikan debitur financial technology (fintech) masuk SLIK OJK masih belum terealisasi. Kelak yang nantinya bisa masuk hanya debitur fintech yang terdaftar resmi di OJK, sedangkan fintech pinjol ilegal jelas tidak bisa.

Namun, fintech sendiri bisa memasukkan debitur hitam yang wanprestasi ke black list OJK. Hal ini tentunya menjadi masalah utama bila masyarakat berurusan dengan fintech pinjol ilegal.

Baca Juga:Paket Belanja Online Dibanting, Emak-emak Kecewa Pesan Kipas Angin yang Datang Sabun Colek

Mereka tidak bisa mendaftarkan debitur ke OJK. Dengan demikian, sejak awal mereka memilih "jalan pedang" dengan debt collector. Masalahnya, sejak awal memang pinjol ilegal ini seperti lintah darat mengambil keuntungan dari bunga yang sangat besar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini