Pengamat Sebut Indonesia Masih Mampu Lunasi Utang

"Kalau dibandingkan banyak negara kita memang jauh lebih aman. Jadi, saya tidak melihat ini sebagai ancaman bahwa kita akan mendekati gagal bayar," ujar Riefky.

M Nurhadi
Sabtu, 26 Juni 2021 | 16:47 WIB
Pengamat Sebut Indonesia Masih Mampu Lunasi Utang
Petugas mengamati pecahan dolar AS yang akan ditukar di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Senin (2/2). (Antara)

SuaraBatam.id - Ahli ekonomi, Makroekonomi dan Pasar Keuangan dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia Teuku Riefky mengatakan, Indonesia tidak akan sampai tahap gagal bayar.

Untuk diketahui, per Mei 2021, utang Indonesia meningkat 22 persen menjadi Rp6.418,15 trilyun dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp5.258,7 trilyun.

"Saya rasa memang iya utang kita naiknya melonjak drastis. Kita tidak pernah memiliki utang secara rasio PDB setinggi ini, tapi kalau dibandingkan banyak negara kita memang jauh lebih aman. Jadi, saya tidak melihat ini sebagai ancaman bahwa kita akan mendekati gagal bayar," ujar Riefky, Sabtu (26/6/2021).

Meski utang Indonesia meningkat drastis, Riefky mengatakan, hal itu dilakukan karena mendesaknya berbagai kebutuhan untuk menangani krisis kesehatan dan juga berbagai program perlindungan dan bantuan sosial untuk mengurangi dampak wabah Covid-19.

Baca Juga:Pemerintah Resmi Terbitkan SBR010 dengan Kupon 5,10 Persen

"Permasalahannya ini kita harus membahasnya dalam konteks yang sesuai. Memang betul di satu sisi utang Pemerintah Indonesia ini naik melampaui kondisi-kondisi sebelum adanya pandemi, tapi kalau kita bandingkan dengan negara lain, utang kita melonjaknya tidak yang paling parah. Bahkan, banyak negara yang utangnya sampai di atas 100 persen dari GDP-nya atau mendekati 100 persen. Kita masih 40 persen. Ini pun juga sebelum pandemi kita jauh lebih rendah dari negara lain," kata Riefky.

Untuk informasi, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2020 menyebut, rasio defisit dan utang terhadap PDB Indonesia masih di bawah rasio yang ditetapkan dalam Perpres 72 dan UU Keuangan Negara, namun ada tren peningkatan yang perlu diwaspadai oleh pemerintah.

BPK menyebutkan indikator kerentanan utang tahun 2020 melampaui batas yang direkomendasikan IMF atau International Debt Relief (IDR) seperti rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77 persen, melampaui rekomendasi IMF sebesar 25-35 persen.

Rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06 persen juga melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6-6,8 persen dan rekomendasi IMF sebesar 7-10 persen.

"Apa yang disampaikan BPK itu betul, tapi saya rasa belum komplit atau belum utuh. Satu, iya utang kita meningkat, tapi yang tidak disampaikan oleh BPK, utang Indonesia sebagian besar itu utang jangka panjang. Jadi, kita tidak bicara kita gagal bayar setahun dua tahun, ini adalah utang yang memang jatuh temponya 30 sampai 50 tahun," ujar Riefky kepada Antara.

Baca Juga:Heboh, Gen Halilintar Disebut Punya Utang 40.000 Euro oleh YouTuber

Ia menambahkan, utang tidak hanya digunakan untuk membantu masyarakat. Tapi juga digunakan untuk berbagai program strategis pemerintah seperti pembangunan infrastruktur dan juga membuat lapangan untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak