Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Senin, 26 September 2022 | 12:29 WIB
Lola Fauziah istri pengawal pribadi Gubernur Kepri didampingi kuasa hukum menunjukkan surat yang telah dikirimkan kepada Presiden Jokowi. [Suara.com/Partahi]

SuaraBatam.id - Raut kesedihan dan bimbang terlihat di wajah Lola Fauziah, istri dari Andrica Ricora Ginting Munthe, oknum anggota Brimob Polda Kepulauan Riau (Kepri) tersandung kasus narkotika sejak Januari 2022 silam.

Kasus yang menimpa suaminya ini, juga sempat menarik perhatian publik, dimana Andrica juga diketahui merupakan mantan Pengawal Pribadi (Walpri) Gubernur Kepri, Ansar Ahmad.

Lola yang didampingi kuasa hukum menyebutkan, kesedihan yang dirasakannya saat ini, dikarenakan tuntutan jaksa yang meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman 20 tahun pidana penjara, pada persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Kamis (22/9/2022) lalu.

"Tuntutan yang diminta oleh Jaksa kemarin adalah bentuk ketidakadilan yang saat ini dialami oleh suami saya," terang Lola, Senin (26/9/2022).

Mengenai kasus tersebut, Lola menegaskan bahwa suaminya adalah korban, dari tindak pidana narkotika yang kini sudah bergulir di ranah Pengadilan.

Hal ini ia lontarkan, dikarenakan dugaan prosesi penangkapan hingga pengungkapan kasus yang dinilai cacat hukum.

"Kenapa saya duga seperti itu, karena pemilik narkoba sebenarnya tidak turut serta diamankan. Suami saya itu hanya korban. Dia sudah mengabdi 16 tahun dengan sederet prestasi, suami saya tidak mungkin gegabah untuk memiliki dan menyimpan narkoba," lanjutnya.

Tidak hanya itu, Lola yang kini harus merawat ketiga anaknya sendirian, juga terpaksa berbohong kepada anak-anaknya.

Terutama disaat informasi mengenai proses penangkapan terhadap suaminya yang simpang siur di media massa.

"Anak-anak sering tanya ayahnya ke mana. Saya jelaskan ayah lagi ada tugas khusus. Proses penangkapan dan informasi di media massa tentang suami saya. Sampai saat ini memang sangat berdampak terhadap kami," lirihnya.

Kuasa hukum Andrica, Ismail juga turut menegaskan bahwa kliennya hanyalah kambing hitam dari dugaan cacat hukum yang terjadi saat pengungkapan kasus narkoba dengan barang bukti 6 kilogram sabu.

Hal ini didasari oleh fakta persidangan, Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Ditresnarkoba Polda Kepri, dan penggalian fakta yang dilakukan oleh kuasa hukum.

"Secara singkat bahwa di dalam BAP juga tertulis. Bahwa pemilik barang itu sebenarnya adalah dua orang yang diketahui bernama Helmi bin Ramli dan Syamsir Ode. Namun mana mereka sekarang, kenapa tidak diamankan dan seakan memang kedua orang ini memang ingin menjebak saja," tegasnya

Ismail menerangkan, sesuai keterangan pada BAP, Helmi dan Syamsir Ode diterangkan sebagai pihak pertama yang menjadi penemu narkotika jenis sabu dan terbungkus di dalam karung di pantai dekat Hotel Club Med, Bintan pada Kamis (20/1/2022) silam.

Namun, keduanya diketahui tidak langsung melaporkan hal tersebut kepada pihak Kepolisian, melainkan melaporkan dan membawa temuan itu kepada terdakwa Maskum yang diketahui berprofesi sebagai security.

"Dari sana Maskum menemui klien saya dan menerangkan adanya temuan narkotika itu. Hal ini tentu saja membuat klien saya senang, dan akan melaporkan temuan itu kepada Polda Kepri dengan harapan mendapat penghargaan. Terlebih lagi disaat itu, klien saya akan menempuh pendidikan tingkat perwira," paparnya.

Namun sebelum melaporkan temuan itu, Ismail mengakui bahwa kliennya disibukkan dengan pengawalan Gubernur Kepri, yang tengah menyambut kedatangan Presiden RI, Joko Widodo sehingga temuan ini dititipkan kembali untuk diamankan oleh Maskum dan Dika yang berprofesi sebagai sesama security.

"Ini yang perlu saya tegaskan, bukan disimpan seperti yang dijelaskan oleh Polda Kepri saat rilis penangkapan klien saya. Barang haram itu awalnya akan dilaporkan langsung, namun karena ada kunjungan Presiden Jokowi. Terpaksa ditunda selama satu hari," tegasnya.

Namun pada Senin (24/1/2022) pihak Diteresnarkoba Polda Kepri, diketahui melakukan penangkapan terhadap terdakwa Maskum, dan melakukan penyelidikan hingga akhirnya mengamankan terdakwa Dika serta kliennya.

Hal ini cukup membingungkan, mengingat keberadaan narkotika ini hanya diketahui oleh beberapa orang saja.

"Pertanyaan kami kemudian muncul, kenapa bisa. Seakan-akan akan ada dugaan skenario disini. Akhirnya setelah kunjungan Presiden Jokowi, klien saya harus mendekam di balik jeruji besi dan bukan mendapat penghargaan atas temuan yang akan dilaporkannya," ujarnya.

Saat ini, selain akan mengajukan banding di proses persidangan, pihaknya juga mengirimkan surat kepada Polda Kepri hingga Divisi Propam Polri agar dapat kembali mengusut tuntas kasus ini.

"Bahwasanya, barang tersebut yang pertama kali jumpa adalah saudara Helmi dan Syamsir Ode. Dalam fakta persidangan pun mereka mengakui. Yang menjadi pertanyaan kami, kenapa tidak melapor kepada pihak yang berwajib? Malah memberikan ke terdakwa lain yakni Maskum yang bukan anggota Polri. Ini ada apa?," tanyanya.

Selain itu, pihak kuasa hukum juga mengaku telah mengirimkan surat permintaan bantuan kepada Presiden Joko Widodo.

"Klien saya sebatas mengetahui dan berniat untuk melaporkannya kepada pihak kepolisian. Bagi dia, hal ini bisa menjadi reward untuk dia melanjutkan sekolah perwira. Tapi malah ditangkap dan sekarang jadi terdakwa. Yang menjadi keberatan kami, barang yang dititipkan sama klien kami, malah membuatnya jadi tersangka," paparnya lagi.

Kontributor : Partahi Fernando W. Sirait

Load More