Scroll untuk membaca artikel
M Nurhadi
Rabu, 16 Juni 2021 | 09:50 WIB
Ilustrasi sosok Hang Nadim, potret ini tidak 100 persen serupa dengan Hang Nadim dan hanya penggambaran yang diupayakan seniman (Ist)

SuaraBatam.id - Bila Anda bertolak ke Batam menggunakan pesawat terbang, anda akan tiba di Bandara Hang Nadim. Satu-satunya bandara di Batam yang beroperasi sejak 1970-an. 

Bandara yang sudah berusia 40 tahun lebih ini memiliki kaitan erat dengan sejarah lengkap Hang Nadim, sosok laksamana yang memiliki kisah heroik luar biasa hingga dituturkan turun temurun hingga kini.

Bandara Hang Nadim resmi ditetapkan pada 1995 sebagai bandara internasional yang melayani rute penerbangan luar negeri dan domestik sebagai transit untuk menjelajahi daerah di Kepri.

Setelah 4 tahun bandara itu ditetapkan sebagai Bandara Kelas Satu Utama yang berfungsi sebagai Hub Airport dan Entry Port bagi penerbangan internasional keluar masuk wilayah Indonesia.

Baca Juga: Petugas Kesehatan di Batam Sudah Satu Bulan Jalankan Bisnis Surat Covid-19 Palsu

Penamaan Bandara Hang Nadim diambil dari nama seorang tokoh bersejarah era Kerajaan Malaka. Tidak banyak hikayat Melayu yang mencatat sejarah Hang Nadim secara detail.

Namun, menurut Samson Rambah Pasir ,salah satu kalangan sejarawan Melayu yang berada di Batam, ada beberapa referensi yang bisa dijadikan rujukan sejarah diantaranya yaitu Hikayat Hang Tuah hasil pengkajian Kassim Ahmad (1991) dan Tuhfat al-Nafis gubahan Raja Ali Haji.

Terlahir Yatim Piatu dan Diangkat Anak Oleh Hang Tuah

Hang Nadim yang terlahir sebagai anak yatim merupakan putra satu-satunya Hang Jebat dari istri Dang Wangi atau Dang Inangsih. Awalnya Hang Jebat termasuk salah satu sahabat Hang Tuah menjadi pengabdi di Kerajaan Malaka pada kekuasaan Sultan Mahmud Shah.

Hang Tuah (National History Museum Malaysia)

Namun, dia dibunuh oleh Hang Tuah karena punya suatu kesalahan pada Kerajaan Malaka. Sementara itu, Dang Wangi yang masih mengandung anak Hang Jebat diminta oleh Hang Tuah bersembunyi ke Tumasek/Tumasik atau Singapura untuk menghindari hukuman dari Sang Sultan.

Baca Juga: Polisi Bongkar Bisnis Tes GeNose Palsu di Bandara Hang Nadim, Dua Petugas Ditangkap

Hang Tuah yang merasa punya tanggung jawab pada keluarga Hang Jebat, kelak meminta bayi yang dilahirkan oleh Dang Wangi dan mengangkatnya sebagai anak.

Anak yang kemudian diberi nama Hang Nadim itu dibesarkan dan dididik oleh Hang Tuah hingga dewasa. Pada saat dewasa Hang Tuah menikahkan Hang Nadim dengan putri kandungnya sendiri yang bernama Tun Mas Jiwa atau Tun Emas Jiwa. Dari pernikahan itu Hang Nadim dikaruniai anak perempuan yang diberi nama Tun Mata Ali.

Menjadi Laksamana Perang Armada Laut Kerajaan Malaka Melawan Portugis

Pusat Kerajaan Malaka pada 1509 mengalami kejatuhan akibat kalah berperang melawan tentara Portugis yang melakukan ekspansi di wilayah Asia Tenggara. Namun, Kerajaan Malaka yang memiliki beberapa bagian kepulauan terpaksa membuat basis pertahanan baru di Kota Kara atau saat ini merupakan daerah pulau Bintan. Dari sanalah Kerajaan Malaka merencanakan serangan untuk merebut kembali Malaka dari penguasaan Portugis.

Dengan merintis puluhan armada tempur laut dan mengumpulkan bala tentara yang sudah dibekali dengan senjata tradisional, Hang Nadim yang pada saat itu cukup moncer di tengah prajurit Malaka diberi amanat oleh Sultan Mahmud Shah memimpin serangan dari laut dan mendapatkan gelar laksamana dari Kerajaan Malaka.

Serangan Hang Nadim bersama prajurit Kerajaan Malaka beserta bantuan pasukan Pati Unus dari Jawa dan Palembang melalui pesisir laut Malaka cukup mampu membuat tentara Portugis kewalahan. Namun, serangan itu berhasil dipukul mundur oleh Portugis dengan tembakan meriam dari benteng A Famosa di puncak bukit Malaka. Pasukan perang Kerajaan Malaka beserta sekutunya dari Jawa dan Palembang dibuat mundur oleh Portugis dengan dibombardir habis-habisan.

Hang Nadim beserta prajurit yang tersisa terpaksa pulang tanpa membawa kabar kemenangan. Namun, beberapa tahun kemudian, Sultan Mahmud kembali mengirim prajurit dan armada perangnya ke Malaka dengan taktik mengepung tentara Portugis dari laut dan darat.

Serangan Kerajaan Malaka kali ini dipimpin oleh Paduka Tuan sebagai panglima perang, sementara Hang Nadim didapuk kembali sebagai laksamana armada laut dan Nara Singa sebagai panglimanya pasukan darat.

Bandara Hang Nadim di Batam. (www.airports-worldwide.com)

Nara Singa beserta pasukan angkatan darat lebih dulu turun dan mengepung beberapa basis pertahanan Portugis dari dua arah, yaitu dari Pagoh dan Muar. Sementara Hang Nadim dan armada laut tetap berlayar mengepung melalui pesisir Malaka. Di pertempuran ini, pihak Kerajaan Malaka cukup banyak kehilangan prajurit. Maka, Panglima Paduka Tuan mengirim utusan kembali ke Kota Kara untuk meminta pasukan tambahan pada Sultan Mahmud.

Singkat cerita, serangan kedua dari Kerajaan Malaka itu sempat membuahkan hasil. Benteng A Famosa sempat berhasil diisolasi oleh Hang Nadim dan pasukannya yang menyerang dari jalur pesisir.

Namun, menurut perhitungan dari Panglima Paduka Tuan, Hang Nadim dan Nara Singa baru dapat menguasai Benteng A Famosa sepenuhnya jika bantuan pasukan tambahan dari Kota Kara sudah bergabung bersama mereka.

Padahal bala bantuan Portugis dari pangkalan militer yang berbasis di Pegu saat ini Birma alias Myanmar lebih dulu sampai di Malaka dari pada pasukan tambahan Kerajaan Malaka. Pasukan Portugis pun menyerang benteng pertahanan sementara Nara Singa yang ada di Pagoh hingga merembet ke Malaka yang diisolasi Hang Nadim.

Pertempuran sengit pun tak terelakkan, sementara pasukan tambahan Kerajaan Malaka yang baru datang juga dibuat kewalahan menghadapi Portugis di pesisir. Alhasil, pasukan Melayu pun kocar-kacir lagi dan mereka gagal merebut Malaka dari Portugis untuk kedua kalinya.

Laksamana Hang Nadim yang berhasil lolos dan dikaruniai umur panjang pada tahun-tahun berikutnya kembali berusaha melakukan serangan ke Portugis di Malaka, tetapi selalu gagal. Kegagalan yang terus diterima oleh Hang Nadim beserta prajuritnya itu karena kalah dalam aspek persenjataan dan kuatnya Benteng A Famosa. Dibandingkan persenjataan dari Kerajaan Malaka, di masa itu senjata perang yang dimiliki oleh Portugis lebih canggih.

Namun, Sultan Mahmud sebagai pemimpin Kerajaan Malaka tak berputus asa ingin mengusir Portugis dari Malaka. Maka Sang Sultan pun memerintahkan Laksamana Hang Nadim untuk mengacaukan distribusi logistik di jalur perdangangan di selat Malaka dengan cara menghadang dan merompak kapal-kapal yang hendak berlabuh di Malaka. Dengan begitu, pelabuhan di Malaka akan sepi dan membuat Portugis hengkang sendiri dari sana.

Punya Julukan Lang-lang Laut Hingga Kerajaan Malaka Berakhir

Laksamana Hang Nadim dalam mengabdi pada Kerajaan Malaka juga mendapat julukan sebagai Lang-lang Laut. Julukan itu disematkan kepadanya karena tugasnya berpatroli mengamankan wilayah selat Kerajaan Malaka. Selain itu juga ada burung elang yang selalu menemani di kapal Hang Nadim saat berlayar.

Portugis yang masih memiliki kekuatan besar pada masa itu terus melakukan ekspansi wilayah kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara dan berhasil menaklukkan sisa-sisa Kerajaan Malaka di Kota Kara. Sultan Mahmud pun tak bisa mengelak dari pertempuran menghadapi serbuan pasukan Portugis yang sebagian tentaranya sudah ada orang Melayu.

Sang Sultan yang berhasil menyelamatkan diri bersama keluarganya beserta aset penting kerajaan seperti pusaka, perak, dan emas sebelum pasukan Portugis membumihanguskannya. Berkat bantuan orang-orang dari Suku Pedalaman dan Orang Sakai, Sang Sultan dapat mengevakuasi keluarga dan aset kerajaannya sampai di daerah Kampar.

Di Kampar, Sang Sultan sempat kembali mengelola dan membina sisa-sisa pengikut setia kerajaan dan keluarganya. Namun, tak lama kemudian Sang Sultan pun wafat dan tampuk kepemimpinan kerajaannya digantikan oleh putra beliau, yakni Raja Ali yang juga bergelar Raja Alauddin. Kelak pewaris Kerajaan Malaka itu mendirikan Kerajaan Johor dan mendapatkan gelar Sultan Alauddin Riayat Shah II.

Laksamana Hang Nadim yang memiliki hubungan erat dengan Kerajaan Malaka sebagai abdi prajurit lautnya tetap punya rasa khidmat dan mengakui Sultan Alauddin Riayat Shah II dalam memerintah Kerajaan Johor. Khidmat Hang Nadim dan jabatan Laksamana terus dia sandang hingga masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil Shah II.

Hang Nadim wafat di masa tuanya dan dikebumikan di suatu daerah Pulau Bintan. Baru-baru ini, menurut pemerhati sejarah dan kebudayaan dari rumpun Melayu menyebut, makam Hang Nadim ditemukan dan diyakini berlokasi di Roco Busung, kawasan pedalaman yang tak jauh dari Desa Busung, Kecamatan Seri Kuala Lobam, Kabupaten Bintan, Kepri.

Semangat Hang Nadim dalam kisah sejarah Melayu secara turun temurun menginspirasi generasi Melayu di Batam dan Kepri pada umumnya. Tidak heran jika nama Hang Nadim yang diabadikan jadi penanda bandara internasional di Batam ini ternyata bukan merupakan nama tokoh sembarangan.

Kontributor : Muhammad Subchan Abdillah

Load More