Pembangunannya melibatkan banyak pihak, mulai dari pemuda, orang tua, hingga masyarakat umum yang saling membantu dalam proses pengerjaan, baik dengan tenaga, ide, maupun dukungan finansial.
Rendi, seorang tokoh pemuda setempat, mengakui bahwa semangat generasi muda dalam melestarikan tradisi ini sangat luar biasa.
"Dengan adanya Gerbang 7 Likur ini, kita bisa melihat betapa semangat pemuda dalam melestarikan tradisi sangat luar biasa. Semakin banyak generasi muda yang ikut berpartisipasi dalam menjaga warisan budaya dan memperkuat ikatan sosial di tengah masyarakat," ujarnya.
Makna Filosofis di Balik Malam 7 Likur
Baca Juga:Jadwal Berbuka Puasa dan Imsakiyah di Batam 13 Maret 2025
Bagi masyarakat Pancur, Malam 7 Likur bukan hanya momen untuk mempercantik lingkungan dengan lampu-lampu. Tradisi ini juga mengandung nilai spiritual dan sosial yang tinggi.
Selain diyakini sebagai salah satu malam yang penuh berkah, semangat gotong royong yang ditunjukkan dalam pembangunan Gerbang 7 Likur menjadi pengingat bahwa persatuan dan kebersamaan dapat menghasilkan karya yang luar biasa.
Para orang tua turut serta dengan memberikan masukan desain, menyumbangkan bahan bangunan, dan memberikan dukungan moral.
Semangat ini menegaskan bahwa tradisi 7 Likur bukan hanya milik generasi muda, melainkan warisan yang dijaga oleh seluruh lapisan masyarakat.
Harapan untuk Masa Depan
Melihat antusiasme yang begitu besar, masyarakat Pancur berharap tradisi Malam 7 Likur terus dilestarikan dan dikembangkan dengan inovasi baru di masa depan. Rendi menutup pembicaraan dengan optimisme.
"Semoga di tahun-tahun berikutnya, semakin banyak inovasi dan semangat kebersamaan dalam menyambut Malam 7 Likur. Tradisi ini adalah bagian dari identitas kita, dan kita semua bertanggung jawab untuk melestarikannya," tutupnya.
Malam 7 Likur di Pancur menjadi bukti nyata bahwa tradisi lokal dapat menjadi pemersatu masyarakat, menghadirkan keindahan dalam kesederhanaan, serta menyatukan nilai spiritual dan sosial dalam satu perayaan yang penuh makna.