Temuan-temuan itu yang membuatnya kian miris. "Biasanya yang luka akibat kekerasan ditahan dulu, sampai lukanya sembuh. Baru boleh keluar asrama atau bertemu orangtua," tuturnya.
Menurutnya Gubernur Kepri sudah membentuk tim dengan nama Tim Penanggulangan Tindak Kekerasan pada Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan Swasta Penerbangan SPN Dirgantara.
Tim inilah yang harusnya menindaklanjuti laporan dan evaluasi terkait kegiatan di sekolah, data-data, mulai dari BOS dan sistem pembelajaran. "Tapi sepertinya tak jalan tim ini," sebut Abdillah.
Kasus kekerasan di SPN Digantara sudah berulang kali terjadi. Pada 2018 juga sempat mencuat ke permukaan. Hanya saat itu tak ada ketegasan dari Dinas Pendidikan Kepri.
Baca Juga:Putri Gus Dur Tak Kaget Lesti Kejora Kembali ke Pelukan Rizky Billar meski Sudah Menjadi Korban KDRT
Pada kasus terakhir, 2021 lalu beredar foto siswa diborgol dan dirantai lehernya. Selain menerima tindakan kekerasan, para siswa yang dianggap bersalah juga sering ditempatkan di sel isolasi sebagai hukuman.
Dampingi Siswa Korban Kekerasan
Mulai dari rahang siswa bergeser hingga luka-luka lainnya menjadi catatan yang dikantongi KPPAD Batam. Bahkan selama pendampingan para korban kekerasan ini, KPPAD mengaku pihaknya bekerja dengan anggaran mandiri.
Para orangtua murid korban kekerasan disebutkannya juga mengelurakan biaya pribadi, seperti untuk visum dan sebagainya.
"Yah memang begitu kondisinya. Kami KPPAD berharap baik dinas pendidikan provinsi menindak tegas. Begitu juga dengan Pemko Batam, walau SMK ranahnya provinsi, tapi kan lokasinya di Batam. Apalagi Batam sebagai kota layak anak. Kalau dibiarkan seperti ini Batam sama saja dengan kota darurat anak," ungkapnya.