Namun pandemi memaksanya untuk menahan rindu. Rasa yang menyiksa untuk perempuan berusia 59 tahun itu.
Rafni mengambil ponsel di nakas, membolak-balikkan folder galeri foto, dan berhenti pada satu foto. Gambar dirinya bersama anak dan dua cucunya dengan latar belakang ruang tengah rumah di Singapura.
Sambil menatap lekat pada foto keluarga, ia mengambil nafas panjang, dan mengulang kalimat yang sama, "Ibu kangen," tangis tak lagi terbendung.
Di masa awal pandemi, pertengahan 2020, Rafni sampai sakit dan harus dirawat beberapa hari di rumah sakit karena tak kuasa menahan nestapa kerinduannya.
Baca Juga:Pemkot Batam Pastikan Sekolah Terapkan Protokol Kesehatan
"Waktu itu ibu demam tinggi. Enggak tahu kenapa. Ibu cuma ingin ketemu cucu. Masak makanan kesukaannya, nyuapin, ajak main," kata Rafni sambil meremas mukena putihnya.
Bersyukur, kehangatan cinta dari anak-anaknya yang berada di Batam dan Tanjungpinang mampu memulihkan sakit nonfisik yang dideranya. Meski gelisah tak sepenuhnya reda.
Kini, Rafni hanya bisa melakukan telepon video setiap hari. Namun itu belum dapat membayar lunas rasa rindu yang menggunung.
Entahlah, Rafni memang sejatinya memang lebih banyak menghabiskan waktu di Singapura.
Pada pertengahan Februari 2020, ia pulang ke Batam untuk melepas rindu dengan cucu-cucu di Tanah Air, dan berencana kembali ke Singapura sebulan setelahnya.
Baca Juga:Akhir 2021, Seluruh Warga Kota Batam Terima Vaksin Covid-19
Apa daya, pada Maret 2020, pandemi menjajah dunia. Singapura menutup perbatasan. Rafni tidak dapat kembali ke Negeri Jiran.