Scroll untuk membaca artikel
M Nurhadi
Selasa, 17 Agustus 2021 | 11:44 WIB
Batam Brickworks (Ist/Berbagai sumber)

SuaraBatam.id - Industri manufaktur yang kian berkembang dan canggih di Batam saat ini ternyata sudah mulai ada sejak akhir abad 18. Salah satunya adalah keberadaan pabrik batu bata terkemuka di zaman Batam Brickworks.

Merujuk pada catatan sejarah, sekitar tahun 1898-1899, di kawasan yang saat ini bernama Batu Aji, sosok Raja Ali Kelana dan pengusaha kaya berdarah Tiongkok di Singapura bernama Sam Ong Leong bekerjasama membuat sebuah pabrik batu bata. Raja Ali Kelana dikenal sebagai pemilik lahan dan Sam Ong Leong sebagai pemilik modalnya.

Batam Brickworks diketahui memiliki kantor pemasaran di Prinsep Street 135, Singapura. Berdasarkan arsip dari The Singapore and Straits Directory for 1901, setidaknya ada puluhan iklan Batam Brickworks yang terekspos di majalah berita Singapura pada waktu itu.

Batam Brickworks semakin terkenal sejak dipasarkan dengan iklan dalam majalah berita ternama di Singapura dan menjadi salah satu perusahaan penghasil batu bata terbesar di Kepulauan Riau-Lingga kala itu. Kualitas batu bata bikinan Batam Brickworks saat itu juga mampu bersaing dengan batu bata dari Skotlandia.

Baca Juga: Garuda Pancasila, Lagu Gubahan Seniman Lekra, Lembaga Kebudayaan yang Dekat dengan PKI

Berkat kualitas dan mutu produknya yang bagus, Batam Brickworks kerap memenangkan sejumlah penghargaan di Singapura, Semenanjung Melayu, hingga Kawasan Timur Jauh.

Puncaknya perusahaan ini memenangkan salah satu penghargaan bergengsi pada Hanoi Exposition tahun 1902 dan 1903 di Hanoi dan Penang Agricultural Show di Pulau Pinang tahun 1901.

Batu bata produksi Batam Brickworks memiliki cap khusus bertuliskan BATAM di bagian atas atau sampingnya. Ukuran batu batanya juga memiliki standar dan berkualitas bagus di kala itu. 

Masa jayanya tiba saat dipegang oleh Raja Ali Kelana, pabrik batu bata yang telah menggunakan tenaga mesin ini diklaim dalam sehari mampu memproduksi hingga 30.000 batu bata keras atau hard burnt brick.

Singapura dan daerah di dekat jalur perdagangan internasional yang berkembang pesat pada era itu menjadikan kebutuhan akan batu bata semakin meningkat. Hal itu membuat harga jualnya naik cukup tinggi. Pada tahun 1909 harga jual per 10.000 batu bata berkisar hingga $160.

Baca Juga: Pilot Banting Setir Jadi Penjual Ikan Beromset Hingga Rp2 Miliar Tiap Bulan

Zaman pendudukan Inggris dan Hindia Belanda di wilayah itu juga merupakan salah satu pemicu naiknya kebutuhan batu bata untuk pembangunan. Di samping itu industri di berbagai sektor mulai bermunculan baik di Singapura dan daerah Riau-Lingga.

Namun, perjalanan pabrik Batam Brickworks dalam memenuhi pasokan bahan bangunan memiliki lika-likunya sendiri seperti sempat beralih tangan dari perkongsian Raja Ali Kelana dengan Ong Sam Leong kepada Sam Bee Brick Works pada 1910.

Di bawah manajemen Sam Bee Brick Works, label BATAM pada batu bata tetap digunakan. Satu dekade kemudian, pabrik Batam Brickworks kembali dipegang oleh perusahaan Ong Sam Leong dan agen pemasaran Messrs. Boustead & Co. dari Eropa pada 1921.

Kejayaan Batam Brickworks di bawah manajemen Raja Ali Kelana lambat laun tergerus dengan adanya persoalan internal seperti macetnya produksi dan masalah keuangan. Selain itu Batam Brickworks menghadapi masalah sabotase dari pihak eksternal terkait politik.

Raja Ali Kelana menurut sejarah diduga merupakan salah seorang tokoh dari kelompok yang melawan politik kolonial pemerintahan Hindia Belanda yang memegang konsesi wilayah Pulau Batam sejak adanya Traktat London.

Alasan tekanan politiklah yang membuat Raja Ali Kelana mau tak mau harus melepaskan aset produksi Batam Brickworks pada perusahaan lain dan hijrah ke Johor guna menghindari ancaman dari Belanda pada 1911.

Sejarah usaha Raja Ali Kelana dalam membangun dan mengelola pabrik batu bata di Batu Aji, Pulau Batam, dapat dilihat sebagai sebuah pondasi awal pengembangan industri manufaktur di Pulau Batam yang diwujudkan dalam sebuah pabrik dan perusahaan miliknya yang bernama Batam Brickworks.

Sampai saat ini, sisa keberadaan batu bata produksi Batam Brickworks ini masih dapat dilihat pada bekas tiang istana laut di Kampung Bulang, Pulau Penyengat, dan di kompleks makam Tumenggung Abdul Jamal di Pulau Bulang Lintang, Batam. Pada balok-balok batu bata merah tersebut masih terlihat jelas label BATAM yang ada di permukaannya.

Bahkan jejak keberadaan posisi pabrik Batam Brickworks di Batu Aji mulai teridentifikasi. Pasalnya pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Batam menguak sebuah potongan cerobong asap yang diduga merupakan satu-satunya puing bangunan yang tersisa dari pabrik batu bata kesohor tersebut.

Cerobong asap ini memiliki ukuran tinggi 3,5 meter, lebar 170 centimeter, diameter cerobong asap 65 centimeter, dan tebal bangunan 52 centimeter.

Kontributor : Muhammad Subchan Abdillah

Load More