SuaraBatam.id - Warga kampung di sini pernah menyebutnya 'orang gila' gara-gara nekat sendirian membersihkan sampah di kawasan hutan mangrove, Kampung Tua Bakau Serip, Nongsa, Batam, Kepulauan Riau. Ada pula warga yang tak suka kalau lokasi itu dibersihkan, sebab mereka harus membuang sampah ke lokasi yang lebih jauh.
Dicap gila dan tak disukai makin membuat laki-laki bernama Gari Dafit Semet (43), seorang penggiat lingkungan, pemerhati mangrove di kampung tua itu 'kekeuh' melanjutkan aksi bersih-bersihnya. Padahal ia juga sempat membuang sampah di situ sebelum mengubah kawasan mangrove ini menjadi destinasi ekowisata.
"Karena sebelumnya, warga termasuk saya membuang sampah bertahun-tahun di lokasi tersebut. Kemudian saya tersadar, mangrove ini kondisinya masih bagus malah dikotori dan tak ada yang mengelola," ujar laki-laki yang akhirnya dipercaya sebagai local champion Kampung Berseri Astra (KBA) Kampung Tua Bakau Serip, Nongsa kepada suara.com, Minggu, 27 Oktober 2024.
Selain itu, Gari kembali teringat bahwa nenek moyang kampung ini dari dahulu sudah susah payah menjaga keutuhan hutan pesisir bahkan kalau ada orang yang merusak, sampai mereka kejar pakai parang. Sehingga sayang sekali hutan tersebut dikotori atau dirusak.
Baca Juga:Bangkitkan Ekonomi Lokal: Desa Wisata Batam Menjadi Ikon Pariwisata di Era Jokowi
"Sebenarnya nenek moyang kami sudah menjaga hutan bakau sejak dahulu tapi makin ke sini mungkin kesadaran masyarakat berkurang, selain masalah sampah, masalah lainnya orang-orang juga menebang bakau, kayunya digunakan untuk membangun rumah dan pelantar," ucap Gari.
Maka kata dia, sudah semestinya menjaga hutan mangrove dari generasi ke generasi. Apalagi kondisinya masih sangat bagus. Hutan Mangrove Bakau Serip diperkirakan memiliki luas sekitar 150 hektar.
Dikenal sebagai hutan lindung yang selama ini membentengi kampung mereka dari cuaca ekstrem. Tak heran di sini ditemukan jenis Mangrove Rhizophora Apiculata berusia ratusan tahun yang masih mengakar raksasa di pesisir pantai.
"Dari penelitian UGM, ditemukan jenis mangrove berusia ratusan tahun dengan kondisi yang masih kokoh. Pohon-pohon inilah yang selama ini melindungi kampung kami dari terpaan angin utara, kalau tak ada, habis lah kampung kami," ujar laki-laki kelahiran, Lampung Utara, 31 Januari 1981.
Gari menyebut Bakau Serip termasuk kampung tertua, kampung adat orang Melayu, warga asli Batam. Sebagai desa di pesisir, suasananya sangat kontras dengan pusat kota Batam. Saat masuk, kita langsung disambut dengan suasana kampung Melayu yang diteduhi pohon-pohon kelapa.
Baca Juga:Jeju Air Buka Rute Incheon-Batam, 3 Kali Seminggu! Cek Jadwalnya
Namun, daya tarik utama kampung ini terletak pada hutan mangrove-nya, kawasan yang selama ini diperjuangkan dan dijaga oleh Gari bersama Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dan warga kampung. Dari sinilah, Gari dan warga kemudian merintis Desa Wisata Kampung Tua Bakau Serip dengan destinasi andalan Ekowisata Mangrove Pandang Tak Jemu.
Berawal dari inisiatif bersih-bersih mandiri di 2015, tempat tersebut akhirnya rampung dibangun di 2018. Gari Kembali menekankan butuh berjuang panjang membangun desa wisata itu.
"Awalnya semua saya kerjakan sendiri, kemudian dibantu setelah membentuk pokdarwis, kami membangun jembatan kayu dan pondok-pondok agar dapat menarik wisatawan," jelas Gari.
Kini destinasi ekowisata desa ini semakin lebih baik. Lokasinya terlihat bersih dan tertata. Saat menelusuri jembatan hingga ke ujung pesisir, pengunjung langsung berpapasan dengan hutan mangrove.
Geri dan kelompoknya boleh berbangga dengan perjuangan mereka, pasalnya peminat kampung tua Bakau Serip mulai berdatangan dari luar Batam. Dia kerap mendampingi sekolah-sekolah dalam rangka wisata edu-trip di lokasi tersebut.
Seperti Umi, seorang pengunjung, datang jauh-jauh dari Jawa Tengah untuk melihat lebih dekat Desa Wisata Bakau Serip.
Bersama rombongan pondok pesantren Sukoharjo, maksud kedatangannya berawal dari rasa penasaran dengan ‘kampung tua’ yang masuk 50 besar ADWI 2022 ini.
"Awalnya saya mencari di internet, dan menemukan desa ini, saya jadi penasaran Kampung Tua itu seperti apa," ujar dia, Minggu, 29 Oktober 2024.
Sementara rombongan pesantren lainnya, Anita mengaku suka dengan konsep edukasi ekowisatanya. "Bagian yang menarik di sini adalah dekat pantai. Kita bisa menikmati pemandangan bakau dan laut, sekaligus. Dan jadi pengalaman baru, ini pertama kali saya melihat mangrove secara langsung, apalagi katanya ada yang berusia ratusan tahun," ujar dia.
Perjuangan Menjadi Berkah: Terpilih Jadi Kampung Binaan Astra
Setelah destinasi ekowisata mangrove berdiri, perjuangan Gari dan kelompoknya tentu saja belum berakhir. Gari konsisten dengan misi sadar lingkungan dan bersama-sama masyarakat menjaga hutan mangrove yang pada akhirnya melindungi kampung ini dari dampak krisis iklim.
Selain misi lingkungan, berkat perjuangan bersama itu juga berdampak secara ekonomi bagi warga kampung. Sayangnya, ketika sedang bersemangat menerima wisatawan, usaha mereka sempat terhenti karena pandemi. Secara pendapatan ikut terimbas.
Beruntung, pada akhir 2020, Kampung Tua Bakau Serip dipilih pemerintah menjadi lokasi penanaman mangrove lewat Program Pemulihan Ekonomi Nasional. Sebanyak 25 warga terlibat dalam program tersebut. Kegiatan ini kembali memantik semangat, mereka bergerak melakukan penanaman bibit mangrove siang hingga malam hari di lahan seluas 15 ha.
"Di 2021 kami mencoba bangkit kembali menggerakkan ekowisata karena kunjungan wisatawan merosot drastis pascapandemi," ujarnya.
Berbuat dan terus berbuat, gagasan yang terus diucapkan Gari ketika menceritakan perjuangan membangun ekowisata mangrove. Kerja kerasnya akhirnya menjadi berkah ketika terpilih menjadi desa binaan Kampung Berseri Astra (KBA) 2023.
Menurutnya semua bermula dari terpilihnya Kampung Tua Bakau Serip menjadi pemenang III Desa Wisata kategori Suvenir dan masuk dalam daftar 50 Desa Wisata Terbaik versi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam malam Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2022 di Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Minggu (30/10/2022).
"Tahun 2021 kami sempat daftar ADWI tapi belum terpilih, kami berusaha terus memperbaiki kekurangan. Saya ikut pelatihan-pelatihan mencari tahu tentang apa itu ekowisata. Akhirnya setelah berbenah, ada kabar baik, kami terpilih jadi desa binaan Astra," ujar Gari.
Program yang Berdampak dan Berkelanjutan
Gari mengakui sejak Kampung Tua Bakau Serip menjadi desa binaan Astra, banyak program yang berdampak langsung kepada warga. Tidak hanya dari sektor wisata, tetapi juga dibidang lingkungan, kesehatan, pendidikan dan wirausaha.
"Semua program sangat berdampak, kampung kami semakin lebih baik, betul-betul membantu ya, banyaklah ilmu yang saya dapat. Namun dampak terbesarnya bukan di satu kampung ini saja, aksi ini telah membawa pengaruh di satu kelurahan," kata Gari bersemangat.
Gari kemudian merinci program-program yang telah berjalan di bawah binaan Astra. Mulai dari program kesehatan, mereka telah memberdayakan kader-kader kesehatan di kampung itu. Setiap sebulan sekali dilakukan pemeriksaan kesehatan dan yang paling rutin pemeriksaan kesehatan lansia.
Di program lingkungan, kegiatan berupa edukasi mangrove, tanam bakau, bersih-bersih pantai dan sebagainya. Bidang pendidikan, Astra memberikan bantuan dalam bentuk beasiswa kepada anak-anak kurang mampu di desa tersebut. " Ada sekitar 15 anak dari jenjang SD-SMA yang menerima bantuan beasiswa di kampung ini," kata Gari.
Selain itu, program pendidikan yang paling semangat diceritakn Gari adalah sekolah alam, di mana ia berperan sebagai edukator lingkungan dan mangrove di kampung tersebut. "Karena melalui sekolah alam ini bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat menjaga lingkungan," ujar Gari lagi.
Terakhir, program wirausaha sangat berdampak secara ekonomi bagi warga Kampung Tua Bakau Serip. Melalui program ini warga tak hanya punya penghasilan tetapi juga berkesempatan untuk berkarya. "Kami membuat pelatihan dan membuat batik cap tapi alatnya belum lengkap, " ujar Gari lagi.
Dari semua program yang berjalan hingga saat ini, Gari berharap, hal-hal baik tersebut berkelanjutan dan tentunya menjadi inspirasi bagi kampung lain di Batam. Mungkin dapat memantik tumbuhnya kampung binaan Astra lainnya.
Sementara itu, Koordinator Wilayah Grup Astra untuk Kepulauan Riau, Aria Wira saat dikonfirmasi suara.com, 28 Oktober 2024 menyebut selama ini program Astra dapat berjalan di Kampung Bakau Serip karena pihaknya turut mendampingi dalam sharing edukasi maupun acara yang berhubungan dengan CSR grup Astra.
"Sejauh ini berjalan lancar karena dukungan dari Astra Pusat dan kami selalu melakukan pendekatan komunikasi berkelanjutan,"ujarnya.
Selain itu keberhasilan KBA Kampung Tua Bakau Serip karena kontribusi dan koordinasi dengan warga, terutama dengan sang penggerak ekowisata Mangrove Pandang Tak Jemu, Gari.
"Dan kami sangat terbantu juga dengan adanya Pak Gari sebagai PIC Koordinator Bakau Serip, dia aktif update-update setiap kegiatan," ucap Aria.