Atalia menceritakan, dia biasanya bertemu dengan Eril seminggu sekali.
“Itu lebih deket banget. Dekat banget. Aku yang sering pelukan sama dia. Aa’ sini, A’, Peluk,” ungkapnya.
“Dia ngobrol segala macem, termasuk kegelisahannya, termasuk mimpi masa depannya. Jadi, Momennya itu luar biasa banget. Selama kembali ke rumah ini, itu semua rasanya kok dia selalu ada,” sambung Atalia mengisahkan.
Menurut Atalia, Eril itu mirip dengan dirinya, yang sanguinis (terbuka). Setelah sekian lama berpisah lalu kembali bersama, perasaan keduanya menjadi semakin kuat.
Atalia menceritakan momen terberat dalam hidupnya, saat di Bern, dan Eril hilang, suaminya tidak ada di sana.
“Saya kalau berpikir nggak waras, mungkin waktu itu saya akan masuk ke air. Pada waktu itu saya melihat Teteh Zahra gemetaran. Jadi, saya harus waras. Saya selametin Teteh dulu. Dia harus merasa bahwa ini bukan kesalahan siapa-siapa,” tuturnya.
Atalia merasa, bahwa ini adalah semacam peringatan, bahwa meski memiliki jabatan, memiliki segala-galanya, terkadang ada hal-hal yang terjadi di luar kendalinya.
"Ini juga ujian bagi saya, karena seperti sesuatu yang biasa kita lakukan. Biasanya nolong orang, ini anak sendiri," ungkapnya.
Atalia lalu bercerita, bagaimana sedihnya ia saat semua orang didatangi Eril dalam mimpi, ia justru tak pernah bermimpi sekalipun tentang Eril.
Sampai suatu ketika, Atalia bermimpi dipeluk Eril. Ia merasa mimpinya tersebut seolah nyata.