SuaraBatam.id - Selebriti Ruben Onsu saat ini tengah berjuang untuk melawan penyakit Empty Sella Syndrome yang dideritanya.
Dalam sebuah tayangan video di Youtube MOP Channel, Ruben Onsu pun mengaku kerap dibayangi kematian karena mengidap penyakit tersebut.
Lantas apakah penyakit Empty Sella Syndrome ini bisa mengancam kematian?
Berikut 4 fakta terkait Empty Sella Syndrome:
Baca Juga:Mengidap Penyakit Langka, Ruben Onsu Mengaku Takut Tidur karena Berpikir Tak Akan Bangun Lagi
1. Tidak Menyebabkan Kematian
Dikutip dari HopkinsMedicine, Empty Sella Syndrome atau ESS adalah gangguan yang membuat sella tursika, struktur tulang dimana ada kelenjar pituitari yang ada di dasar otak, menjadi membesar.
Ada dua jenis ESS, yakni primer dan sekunder. ESS primer lebih sering dialami oleh wanita obesitas dan memiliki tekanan darah tinggi. Bisa juga dikaitkan dengan penumpukan cairan di otak.
Sementara, ESS sekunder biasanya terjadi karena cedera, terapi radiasi, atau pembedahan.
Tetapi, perlu diingat penyakit ESS ini tidaklah mengancam jiwa atau menyebabkan kematian.
Baca Juga:Mengenal Penyakit Langka Empty Sella Syndrome yang Diidap Ruben Onsu, Bisakah Disembuhkan?
2. Gejala Bervariasi pada Masing-masing Orang
Di antaranya gejala penyakit ESS adalah impotensi pada pria dan kurang memiliki gairah untuk berhubungan seksual.
Sementara dalam wanita, biasanya mengalami haid yang tidak teratur.
Sehingga, ESS memiliki gejala yang bervariasi pada setiap orang. Juga bergantung pada usia berapa dan apa yang menyebabkan ESS ini terjadi.
3. Deteksi ESS Bisa Melalui CT Scan dan MRI
Diagnosis penyakit ESS ini bisa melalui dua cara, yakni menggunakan tes CT-scan dan MRI.
Tes CT-scan menggunakan sinar-X dan komputer untuk membuat gambar tubuh dan membantu menemukan masalah.
Sementara tes MRI menciptakan tampilan 2-D dari organ atau struktur internal, terutama otak atau sumsum tulang belakang.
4. Pakar Kesehatan Belum Mengetahui Penyebab ESS Primer
Meski tidak mengancam jiwa, tetapi pakar kesehatan belum mengetahui apa penyebab ESS primer.
Sementara, dalam pengobatannya, jika tidak memiliki gejala dan kelenjar pituitari tidak membesar, maka mungkin tidak memerlukan pengobatan yang serius.
Kontributor : Maliana