Anak Korban Kekerasan Seksual di Kepri Diminta Berani Bersuara

Menurut Misni, korban kekerasan seksual terkadang takut disalahkan kemudian dimarahi oleh orangtuanya.

Eko Faizin
Senin, 13 Desember 2021 | 06:30 WIB
Anak Korban Kekerasan Seksual di Kepri Diminta Berani Bersuara
Ilustrasi kekerasan seksual pada anak di bawah umur. [SuaraJogja.com / Ema Rohimah]

SuaraBatam.id - Anak korban kekerasan seksual diminta berani bersuara untuk menyampaikan apa yang terjadi pada dirinya kepada orangtua.

Hal itu disampaikan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Kepulauan Riau (Kepri).

Kepala Dinas P3AP2KB Kepri, Misni menyampaikan bahwa banyak anak yang tidak berani mengungkapkan bahwa dirinya menjadi korban kekerasan seksual karena malu dan takut.

Menurut Misni, korban kekerasan seksual terkadang takut disalahkan kemudian dimarahi oleh orangtuanya.

Dari data sejumlah kasus kekerasan, banyak anak yang diketahui sebagai korban setelah orangtuanya merasa curiga dan mendesak anak tersebut.

Semestinya, anak tersebut mengadu kepada orangtuanya pada kesempatan pertama agar mendapatkan perlindungan, dan mencegah peristiwa yang sama terulang kembali.

"Orangtua adalah sahabat anak. Sikap positif itu harus dipupuk sehingga anak merasa dilindungi dan terbuka kepada orang tuanya," katanya dikutip dari Antara.

Misni menyampaikan bahwa berdasarkan data hasil pengungkapan kasus kekerasan, rata-rata pelaku kekerasan seksual merupakan orang terdekat.

Total jumlah kasus kekerasan seksual di Kepri mencapai 164 kasus, tersebar di Bintan 9 orang, Karimun 11 orang, Kepulauan Anambas 8 orang, Batam 74 orang, Tanjungpinang 39 orang, Lingga 10 orang, dan Natuna 14 orang.

Dari 164 kasus, sebanyak 11 kasus pelakunya perempuan. Pelaku yang berusia 0-17 tahun sebanyak 34 orang, 18-24 tahun 44 orang, 25-59 tahun 80 orang, dan 60 tahun ke atas 7 orang.

"Pelaku rata-rata berusia 25-59 tahun mencapai 80 orang," katanya.

Menurut dia, kekerasan terhadap anak, menurut dia penggunaan ponsel yang tidak tepat menyebabkan kasus kekerasan seksual terhadap anak perempuan meningkat selama pandemi Covid-19.

"Hasil penelitian kami, kasus kekerasan seksual kerap dimulai dari ponsel cerdas. Komunikasi antara pelaku dengan korban melalui sejumlah media sosial," jelas Misni. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini