Nilai PBV digunakan untuk menilai apakah harga dari saham yang ditawarkan perusahaan adalah harga saham yang mahal atau murah. Apabila nilai PBV berada di atas nilai 1, maka sudah dipastikan harga saham mahal, begitupun sebaliknya.
Namun hal tersebut nampaknya tidak berlaku buat Bank digital seperti ARTO. Sampai dengan penutupan perdagangan Jumat (9/4) lalu, harga saham ARTO masih saja naik ke Rp10.025 per saham atau naik Rp125 (1,26 persen).
Pengamat Institute for Development of Economics (Indef) Bhima Yudhistira bahkan menyebutkan bisnis bank tradisional saat ini sudah mulai terancam. Pasalnya potensi bank digital di Indonesia diperkirakan bisa merebut 20 persen-30 persen pangsa pasar bank tradisional dalam kurun waktu lima tahun ke depan.
Bhima menyebut, segmen yang pertama kali bergeser adalah retail banking dimana sasarannya adalah pinjaman konsumsi, dan modal usaha skala kecil.
Baca Juga:Dihantui Aksi Jual Asing, IHSG Diprediksi Melemah Hari Ini
"Skenarionya akan garap dua pasar secara paralel, merebut bisnis bank tradisional sekaligus masuk ke segmen unbakable yang selama ini memang belum disentuh bank tradisional. Apalagi di Indonesia masih terdapat 91,3 juta masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan," ujar Bhima.
Bhima menjelaskan, faktor kuncinya yakni keamanan sistem, bunga yang kompetitif, dan efisiensi biaya operasional. Bank Digital juga tidak pelu mmebuka banyak cabang dan lebih condong menggunakan teknologi big data hingga kecerdasan buatan (AI).
Pemanfaatan big data dan AI bakal efektif untuk melakukan credit scoring atau analisa kredit, penagihan, hingga layanan customer service.
Melihat potensi bisnis bank berbasis teknologi di masa depan, Bhima menganjurkan sebaiknya OJK mendorong akuisisi dan merger bank bank kecil plus startup agar menjadi bank digital. Karena tujuan kehadiran bank digital untuk mendorong persaingan bank yang lebih sehat, sekaligus mengakselerasi inklusi dan literasi finansial. [Antara]
Baca Juga:Sempat Dibuka Melemah, IHSG Berbalik Menguat ke Level 6.045