SuaraBatam.id - Presiden Rusia Vladimir Putin telah mengumumkan "mobilisasi parsial" dari 300.000 tentara yang bertujuan untuk memukul mundur serangan balasan di wilayah pendudukan Rusia.
Akibatnya, negara itu mengerahkan wajib militer untuk warganya.
"Negara saya telah memulai mobilisasi parsial dan saya pikir itu berdampak negatif pada masyarakat," kata seorang, dilansir dari wartaekonomi--jaringan suara.com.
Orang Rusia terpaksa mengantre berjam-jam di perbatasan di Kyakhta di provinsi etnis Mongol Buryatia, untuk melarikan diri dari wajib militer.
"Kami menunggu sangat lama di sisi perbatasan Rusia: sekitar 16 jam," imbuhnya.
Suren Bat-Tur, pemilik wisma di ibu kota Ulaanbaatar yang biasanya melayani para backpacker, juga telah membantu teman-temannya di Buryatia untuk melarikan diri dari wajib militer.
Wisma tamu telah dipenuhi orang Rusia sejak perintah mobilisasi Putin, dan Bat-Tur mengatakan dia telah menolak lusinan permintaan tempat tidur.
"Saya ingin membantu mereka, itu sangat sulit," kata Bat-Tur.
"Sekarang mereka mencari pekerjaan di bidang konstruksi atau pertanian sehingga mereka memiliki sesuatu untuk dilakukan selama mereka di sini," tambah Bat-Tur.
Baca Juga: Toyota Stop Produksi di Rusia, Hanya Sisakan Layanan Purnajual
Seorang tamu yang baru tiba, yang mengidentifikasi dirinya sebagai Aleksey, mengatakan dia menyeberang ke Mongolia akhir pekan lalu, meninggalkan istri dan tiga anaknya. Dia tiba di perbatasan larut malam dengan bus wisata yang penuh dengan anak muda Rusia lainnya.
"Ada banyak anak muda, banyak orang yang mencoba menjauh dari Putin," katanya.
Aleksey, 40, seorang pekerja konstruksi, berencana untuk tinggal di Mongolia sampai situasi di Rusia membaik, dan mengatakan dia akan melakukan apa pun untuk menghindari perang.
"Kami tidak takut, tetapi mengapa kami harus bertarung di Ukraina, mengapa?" dia bertanya.
"Jika negara lain akan menyerang Rusia, kami akan berjuang untuk negara kami. Tapi mengapa kita pergi ke Ukraina? Untuk apa?" tanyanya lagi.
Meskipun warga Mongolia telah berdemonstrasi menentang invasi Rusia, pemerintah sendiri tetap bersikap netral.
Berita Terkait
-
Serangan Ukraina Tunda Perdamaian, Harga Minyak Dunia Menguat
-
Presiden Prabowo Kerahkan 4 Pesawat Militer untuk Bantuan Bencana di Sumatra
-
Rusia-Ukraina Mau Damai, Harga Minyak Dunia Kembali Merosot
-
Harga Minyak Stabil, Pasar Cermati Sinyal Perdamaian Rusia-Ukraina
-
Harga Minyak Dunia Stabil, Ditahan Dua Faktor: Damai Rusia-Ukraina dan Sanksi AS
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Shio yang Diprediksi Paling Beruntung di Tahun 2026, Ada Naga dan Anjing!
- Jordi Cruyff Sudah Tinggalkan Indonesia, Tinggal Tandatangan Kontrak dengan Ajax
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Sabun Cuci Muka Wardah untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Sehat dan Awet Muda
Pilihan
-
Orang Pintar Ramal Kans Argentina Masuk Grup Neraka di Piala Dunia 2026, Begini Hasilnya
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
-
Listrik Aceh, Sumut, Sumbar Dipulihkan Bertahap Usai Banjir dan Longsor: Berikut Progresnya!
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
Terkini
-
Angkat Kearifan Lokal, Menu MBG di Kepri Pakai Makanan Tradisional
-
Operasi Zebra 2025 di Kepri Optimalkan ETLE, Berikut Deretan Lokasinya
-
Update Harga Emas Antam Hari Ini, Turun Menjadi Rp2,322 Juta per Gram
-
Pencuri yang Beraksi di 50 Lokasi Dibekuk
-
Adu Kuat Dua Nama Menuju Kursi Ketua DPC NasDem Batam