SuaraBatam.id - Perempuan korban kekerasan kerap kali masih disalahkan masyarakat. Sikap itu seperti menjadi budaya.
Untuk itu, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengajak masyarakat untuk mengubah sikap itu.
Perempuan korban kekerasan semestinya mendapatkan hak keadilan dan perlindungan.
"Budaya menyalahkan korban harus dihentikan," kata Komisioner Komnas Perempuan Satyawanti Mashudi dalam Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan di Kota Batam Kepulauan Riau, Kamis.
Menurut dia, budaya dapat dipengaruhi oleh tayangan hiburan, juga komentar tokoh masyarakat di media sosial yang memojokkan perempuan.
Belum lagi, keluar kata-kata yang merendahkan perempua seperti "turun mesin", atau "suara suami adalah suara surga" membuat budaya menyalahkan korban semakin berkembang.
"Perempuan tetap tersubordinasi, terus disalahkan kalau ada kekerasan perempuan," kata dia.
Ia menegaskan, dalam penindakan kekerasan terhadap perempuan, aparat hukum, pemerintah dan masyarakat jangan hanya fokus pada tindakan pada pelaku. Namun juga memerhatikan kepentingan korban
"Bagaimana kepentingan korban, pemulihan komprehensif," kata dia.
Baca Juga: Kerap Dilecehkan Atasan hingga saat Meliput, Jurnalis Perempuan: RUU TPKS Harus Disahkan!
Jangan hanya fokus pada pidananya saja, karena korban membutuhkan pemulihan untuk mampu berdaya agar bisa melanjutkan kehidupan.
Pada kekerasan perempuan, korban harus berhadapan dengan trauma dan stigma masyarakat.
Komnas Perempuan mengkoordinasikan jaringan masyarakat sipil di berbagai daerah agar terlibat aktif dalam Kampanye 16 HAKTP dengan menyuarakan pesan #GerakBersama dan Suarakan: Sahkan RUU tentang Kekerasan Seksual yang Berpihak pada Korban.
Pada kesempatan yang sama, Tenaga Pendamping Ahli Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak Kepri, Ahmad menyampaikan jumlah korban kasus kekerasan seksual di Kepri cenderung meningkat setiap tahun.
Ia mengatakan terdapat beberapa faktor terjadinya kekerasan seksual di Kepri, di antaranya wilayah Kepri yang daerah terbuka kerap dimanfaatkan sebagai tempat transit, mengingat lokasinya di perbatasan antarnegara.
"Kemiskinan di daerah asal dan rendahnya tindak pendidikan korban juga menjadi faktor penyebab," kata dia. (antara)
Berita Terkait
-
Tinggalkan 'Jejak' Perlawanan, Aliansi Perempuan Tuntut Penghentian Kekerasan Negara
-
Komnas Perempuan Ungkap Kekerasan Seksual Via Internet Paling Banyak Dilakukan Mantan Pacar
-
Komnas Perempuan Ungkap Ratusan Korban Kekerasan Negara: Ada yang Ditelanjangi, Diperkosa hingga Disiksa Penyidik
-
Usai Terjadi Kasus Pelecehan Terhadap Jurnalis Perempuan Saat Meliput Rakernas, Partai Ummat Minta Maaf
-
Venna Melinda Dikabarkan Alami KDRT, Ini yang Sebabkan Lelaki Lakukan Kekerasan Pada Perempuan
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Shio yang Diprediksi Paling Beruntung di Tahun 2026, Ada Naga dan Anjing!
- Jordi Cruyff Sudah Tinggalkan Indonesia, Tinggal Tandatangan Kontrak dengan Ajax
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Sabun Cuci Muka Wardah untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Sehat dan Awet Muda
Pilihan
-
Orang Pintar Ramal Kans Argentina Masuk Grup Neraka di Piala Dunia 2026, Begini Hasilnya
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
-
Listrik Aceh, Sumut, Sumbar Dipulihkan Bertahap Usai Banjir dan Longsor: Berikut Progresnya!
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
Terkini
-
Angkat Kearifan Lokal, Menu MBG di Kepri Pakai Makanan Tradisional
-
Operasi Zebra 2025 di Kepri Optimalkan ETLE, Berikut Deretan Lokasinya
-
Update Harga Emas Antam Hari Ini, Turun Menjadi Rp2,322 Juta per Gram
-
Pencuri yang Beraksi di 50 Lokasi Dibekuk
-
Adu Kuat Dua Nama Menuju Kursi Ketua DPC NasDem Batam