SuaraBatam.id - Batam tidak banyak memiliki peninggalan sejarah dari zaman kerajaan Malaka hingga era penjajahan Jepang di daerahnya. Bahkan sebelum daerah itu dimekarkan oleh pemerintah pusat Indonesia pada 1970-an, Batam hanya pulau yang sedikit penghuninya dan sebagian besar daerahnya adalah hutan belantara.
Keberadaan Batam yang berada di jalur perdagangan internasional dianggap memiliki potensi hingga dikembangkan jadi kota industri yang bisa bersaing dengan kota di negara tetangga, Singapura dan Malaysia.
Namun, di balik proses pemekarannya, ada peristiwa cukup penting mengenai peran Indonesia di dunia internasional yang terjadi pada 1979 hingga 1996 di sebagian daerah Batam. Tepatnya di pesisir Pulau Galang yang lokasinya berada di selatan Batam.
Saat itu Indonesia yang baru merdeka 34 tahun diamanati oleh PBB melalui United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) untuk menampung ribuan rakyat dari wilayah semenanjung Indocina yang pergi meninggalkan negaranya akibat tragedi huru-hara besar dan perang saudara.
Baca Juga: Menlu Sampaikan 3 Sikap RI Atas Konflik Palestina-Israel di Sidang PBB
Di Pulau Galang itulah kemudian didirikan sebuah kamp pengungsian dengan membuka lahan seluas kurang lebih 80 hektar bagi mereka yang kebanyakan dari Vietnam. Sebelumnya, ternyata para 'manusia perahu' itu mendarat di beberapa daerah di Kepulauan Riau, seperti di Tanjungpinang, Pulau Natuna, Tarempa, Anambas, dan sebagainya.
Menurut catatan sejarah, ada sekitar 250-an ribu pengungsi dari Vietnam di kamp Pulau Galang. Selama pengungsian hingga 10-an tahun itu, mereka diberikan fasilitas kesehatan, sekolah, dan beberapa tempat ibadah. Ada juga pengungsi yang meninggal di sana yang kemudian dimakamkan di area kamp.
Saat ini bekas kamp pengungsi itu dijadikan sebagai salah satu destinasi wisata sejarah menarik di Batam. Untuk jaraknya sendiri tidaklah jauh, jika anda berangkat dari pusat Kota Batam bisa memakan waktu kurang lebih satu jam perjalanan. Dengan perjalanan darat melalui jalan Trans Barelang.
Kampung Vietnam di Batam saat ini dikelola oleh Dinas Pariwisata BP Batam dan warga setempat. Untuk memasuki area kampung yang luas dan suasananya masih asri itu, pengunjung harus membayar tiket masuk yang harganya tidak sampai puluhan ribu.
Di sana terdapat beberapa bangunan permanen yang sudah berusia cukup tua seperti bekas rumah sakit, wihara, gereja, gedung kantor perwakilan UNHCR dan Palang Merah Indonesia (PMI), dan sebagainya.
Baca Juga: Sekjen PBB Sebut Jalur Gaza Neraka Bagi Anak-anak
Ada juga beberapa bekas kapal kayu yang disinyalir merupakan kapal milik sebagian pengungsi Vietnam pada masa itu. Kapal yang utuh dan dicat ulang itu konon merupakan kapal yang ditenggelamkan oleh pengungsi karena tidak ingin kembali ke negara asalnya.
Padahal sebelumnya, para pengungsi itu tetap dipulangkan oleh UNHCR ke Vietnam setelah suasana kondusif dan aman untuk mereka.
Untuk diketahui, nama Kampung Vietnam tidak hanya ada di Batam. Di daerah Kramat Jati, Jakarta Timur misalnya juga ada sebuah Kampung Vietnam yang sempat digunakan jadi panti jompo dan kini cukup dikenal oleh masyarakat karena tak sedikit Youtuber serta awak media mengulas tempat tersebut. Namun, Kampung Vietnam yang berada di Pulau Galang, Batam merupakan kamp yang terbesar dan resmi pada waktu itu.
Baru-baru ini pada awal merebaknya virus korona atau pandemi COVID-19, bekas rumah sakit di Kamp Vietnam itu sempat mau direnovasi oleh pihak terkait dan dijadikan tempat observasi serta isolasi bagi penanganan pasien yang terinfeksi virus.
Namun, setelah melalui proses yang cukup panjang dan muncul kontradiksi di masyarakat, bekas rumah sakit tersebut tidak jadi direnovasi.
Alih-alih merenovasi bekas rumah sakit, pemerintah kemudian membuka lahan baru dan membangun Rumah Sakit Khusus Infeksi (RSKI) COVID-19 di area yang tidak jauh dari bekas Kamp Vietnam.
RSKI yang dibangun di Pulau Galang itu dinilai oleh sebagian pengamat merupakan hal yang mubazir karena tempatnya sangat jauh dari episentrum penyebaran wabah yang pada waktu itu di Jakarta.
Kontributor : Muhammad Subchan Abdillah
Berita Terkait
-
Hampir 1 Juta Warga Lebanon Mengungsi, PBB Dukung Gencatan Senjata dengan Israel
-
41 Kali Gagal! PBB Sebut Israel Halangi Bantuan Menyelamatkan Nyawa di Gaza
-
Warisan Budaya di Lebanon dan Gaza Hancur Akibat Gempuran Israel, UNESCO: Kejahatan Perang
-
14 Negara Anggota DK PBB Dukung Resolusi Damai Gaza, AS Sendirian Menolak
-
PBB: Israel Halangi Bantuan ke Gaza, Hanya Sepertiga Misi Disetujui
Tag
Terpopuler
- Diminta Cetak Uang Kertas Bergambar Jokowi, Reaksi Bank Indonesia di Luar Prediksi: Kalau Gitu...
- Ragnar Oratmangoen Akui Lebih Nyaman di Belanda Ketimbang Indonesia: Saya Tidak Menonjol saat...
- Warga Jakarta Jangan Salah Nyoblos Besok, YLBHI Bongkar 'Dosa-dosa' Cagub Nomor Urut 2 Dharma Pongrekun
- Pelatih Jay Idzes: Saya Tidak Senang, Ini Memalukan!
- Pratiwi Noviyanthi Ditinggal Pengacara Usai Tak Mau Selesaikan Kisruh Donasi Pengobatan Agus Salim
Pilihan
-
Review Hidup Peternak Lele: Game Simulasi Bagaimana Rasanya Jadi Juragan Ikan
-
Jangan Lewatkan! Lowongan Kerja OJK 2024 Terbaru, Cek Syaratnya Di Sini
-
4 Rekomendasi HP Gaming Murah Rp 2 jutaan Memori Besar Performa Handal, Terbaik November 2024
-
Harga MinyaKita Mahal, Mendag "Lip Service" Bakal Turunkan
-
Mahasiswa Universitas Lampung Ajak Warga Gotong Royong Peduli Lingkungan
Terkini
-
Serangan Fajar Pilkada Batam: 2 Wanita Ditangkap, Anggota DPRD Diduga Terlibat
-
Kapan 12.12 Dimulai? Ini Promo Histeria Blibli 12.12 2024 yang Menarik Diketahui Termasuk Tanggal Pelaksanaan
-
Berapa Harga HP Infinix Smart 8 RAM 6?
-
Ibu di Batam Aniaya Anak Kandung Pakai Rantai Besi, Berawal dari Hal Sepele Ini
-
Progres Konstruksi Container Yard Batuampar, Green Port Pertama Segera Hadir di Batam