OJK Terima 356 Pengaduan di Kepri, Dominan Berasal dari Perusahaan Pembiayaan dan Perbankan

Kepala OJK Provinsi Kepri, Rony Ukurta Barus menjelaskan dengan ini pihaknya telah menerima total 4.605 pengaduan

Eliza Gusmeri
Selasa, 11 Oktober 2022 | 17:01 WIB
OJK Terima 356 Pengaduan di Kepri, Dominan Berasal dari Perusahaan Pembiayaan dan Perbankan
Kepala Perwakilan OJK Kepri, Rony Ukurta Barus (suara.com/partahi)

SuaraBatam.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) telah menerima 356 pengaduan terhitung Januari hingga Agustus 2022.

Kepala OJK Provinsi Kepri, Rony Ukurta Barus menjelaskan dengan ini pihaknya telah menerima total 4.605 pengaduan

Dengan ribuan laporan ini, OJK diakuinya berupaya menyelesaikan setiap pengaduan guna memperkuat implementasi pencegahan permasalahan konsumen di sektor jasa keuangan, sekaligus memastikan pengawasan perilaku (market conduct) berjalan baik.

"Hingga Agustus 2022, OJK Kepri telah menerima 356 pengaduan dari 4.606 total layanan yang diberikan oleh OJK Kepri," terangnya, Selasa (11/10/2022).

Baca Juga:OJK Terus Memantau Iklan-iklan Yang Terindikasi Menyesatkan Masyarakat

Rony juga mengatakan, dari 356 pengaduan ini 46 persen berasal dari perusahaan pembiayaan, 39 persen pengaduan Perbankan.

Serta 6 persen pengaduan terkait perusahaan asuransi, 8 persen terkait P2p Lending serta terkait IKNB dan Pasar modal dengan masing-masing presentasi mencapai 1 persen.

"Dari 356 pengaduan ini, 331 pengaduan diantaranya sudah bisa kita selesaikan. Sementara 18 pengaduan dalam posisi menunggu tanggapan dan dalam penanganan PUJK serta 7 pengaduan dalam posisi penanganan LAPS," lanjutnya.

Selain itu, OJK Kepri bersama Satgas Waspada Investasi (SWI) telah menemukan 18 Entitas Investasi Tanpa Izin dan telah menutup 105 pinjaman online (Pinjol) Ilegal.

"Data ini, berdasarkan aduan yang disampaikan oleh masyarakat perihal Pinjol dan Investasi ilegal. Informasi itu kemudian pihaknya tindaklanjuti bersama instansi lainnya seperti Satgas Khusus (Satgasus) yang terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, hingga Kementerian Kominfo," tegasnya.

Baca Juga:Ratusan Iklan Keuangan Janjikan Keuntungan Tidak Masuk Akal, OJK Ambil Tindakan

Dari hasil penyelidikan pengaduan yang dilakukan OJK, pihaknya menemukan bahwa konsumen dari pinjaman online untuk kasus di wilayah Kepri, didominasi oleh Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Mengingat, kemudahan persyaratan pinjaman online dinilai tepat bagi pelaku UMKM untuk mengoptimalkan pinjaman jangka pendek melalui platform teknologi finansial atau fintech pendanaan bersama alias peer-to-peer (P2P) lending tersebut.

"Dari aduan yang masuk ke kami dan penyelidikannya kita kembangkan. Kita dapati mayoritas konsumen pinjol bergerak di UMKM," paparnya.

Walau demikian, pihaknya menyebutkan bahwa sistem P2P lending patut dipertimbangkan, salah satunya karena produk pinjol dari platform P2P lending kerap lebih relevan dengan kebutuhan para pelaku UMKM ketimbang produk sejenis dari lembaga keuangan konvensional.

Misalnya, kebanyakan institusi tradisional mengharuskan UMKM untuk memberikan jaminan atau agunan sebelum pinjaman dapat dicairkan.

Sedangkan, kebanyakan UMKM cenderung kurang memiliki aset sebagai jaminan untuk dapat memenuhi persyaratan tersebut.

Bagi UMKM yang membutuhkan dana cepat dengan tenor pendek, tambahnya, kiranya menjadi salah satu pilihan. Dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensional dengan prosesnya yang cukup rumit.

"Pinjaman P2P lending lebih didasarkan pada apakah UMKM bersangkutan dianggap layak atau cukup kredibel untuk dana yang diminta. Jika bisnis dianggap layak, platform P2P lending akan mengumpulkan dana dari sekelompok investor, kemudian secara langsung disalurkan sebagai bentuk pinjaman modal kerja. Jadi mekanismenya sangat efektif," tambahnya.

Untuk diketahui, pinjaman modal yang diajukan oleh para UMKM biasanya digunakan untuk modal kerja atau menjaga kestabilan arus kas usaha.

Oleh karenanya, proses peminjaman yang sederhana dan cepat berperan penting berkaitan kebutuhan pemodalan UMKM.

"Sebagai contoh, jika UMKM bersangkutan bergerak di perdagangan ritel, sebelum menjual ke pelanggan itu terkadang untuk mendapatkan harga terbaik dan kecukupan jumlah barang, UMKM perlu membeli pada kuantitas tertentu yang dipersyaratkan pada waktu cepat, sebelum harga naik. Artinya, UMKM dalam pengembangan bisnis itu juga berpacu dengan waktu," tegasnya.

Kontributor : Partahi Fernando W. Sirait

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini