SuaraBatam.id - Sejumlah anggota Komisi II DPRD Bintan diantaranya Zulkifli, Suhardi, Arwan Suherianto, dan M Toha turun ke tambang pasir darat milik PT Gunung Mario Legaligo (GML) Selasa (1/3/2022) sore.
Terlihat Limbah hasil penambangan di Kelurahan Tembeling Tanjung, Bintan, Kepulauan Riau itu belum tertangani.
Namun, para anggota DPRD malah melirik potensi pajak daerah dan lainnya yang timbul akibat aktivitas tambang resmi ini.
“Untuk limbah lumpur kaolin memang jumlahnya banyak, ini karena pencucian pasir darat dilakukan 2 hingga 3 kali sebelum dijual ke pasaran. Sehingga lumpur kaolin ini banyak jumlahnya,” ujarnya, melansir Batamnews, Rabu 2 Maret 2022.
Dari pengakuan pihak pengelola tambang, kata Suhardi, mereka sedang mengupayakan pemanfaatan limbah lumpur kaolin untuk bahan pembuatan batu bata. Hanya saja hingga saat ini rencana tersebut belum terealisasi.
Baca Juga:Tablet Oppo Pad Resmi Dirilis, Bawa Snapdragon 870 dan Oppo Pencil
"Dalam hal ini Pemkab Bintan dan Pemprov Kepri belum klop, sehingga izin pembuatan batu bata dari limbah lumpur kaolin belum dapat dikeluarkan izinnya,” jelasnya.
Terkait Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bintan yang masuk dari tambang resmi tersebut. Berdasarkan informasi pengelola, tahun lalu tambang tersebut memberikan PAD ke daerah sebesar Rp 700 jutaan.
Potensi PAD ini sebenarnya bisa bertambah. Namun ada pengaruh terhadap tambang pasir ilegal yang kian marak.
Jika tambah pasir ilegal ditutup PAD yang disetorkan PT GML ini dapat mencapai Rp 1 miliar pertahun
“Kalau PAD nya kan dibayar setiap bulan, tapi bervariasi, totalnya sekitar Rp 700 juta pada tahun lalu,” katanya.
Pengecekan di lapangan juga dilakukan untuk memantau potensi pajak daerah benar-benar dihitung oleh pengelola tambang. Menurutnya jangan sampai ada mark down terhadap potensi pajak tambang tersebut.
Baca Juga:Bocoran Desain dan Spesifikasi Tablet Realme Pad Mini
“Ya jangan pajak dikurang-kurangi, misalnya seharusnya 10 dibayar 5. Awalnya ada indikasi ke arah itu (mark down), tapi akan kita awasi sama-sama agar potensi pajaknya maksimal,” sebutnya.
Sementara itu Anggota Komisi II DPRD Bintan lainya M Toha mengatakan adanya laporan bahwa hasil pajak yang disetorkan PT GML ke daerah tidak sesuai dengan jumlah produksi hasil tambang yang dikeluarkan oleh perusahaan. Maka pihaknya mengkroscek ke lapangan untuk mencari tau kebenarannya.
"Karena ada laporan makanya kita lakukan sidak, berdasarkan keterangan manajemen perusahaan PT GML dalam setahun kontribusi yang disetorkan ke daerah sebesar Rp 700 juta rupiah," katanya.
Untuk meningkatkan PAD dari hasil tambang M Toha berharap kepada pemerintah dan stakeholder lainnya agar memaksimalkan potensi pajak daerah yang bersumber dari hasil tambang pasir lainya yang sudah mendapatkan izin resmi.
"Kalau PAD kita mau tinggi, berikan izin kepada perusahaan lain untuk mendapatkan keleluasaan menggarap hasil bumi, tentunya dengan izin resmi, lokasi tambang yang telah ditentukan supaya dikemudian hari tidak terbentur dengan hukum," ucapnya.