3 Sebab Penanganan Wabah Tanjungpinang Dicap Gagal: Minim Tracing Hingga Antigen Berbayar

Kritik itu bukan berarti tanpa data, melainkan juga membawa fakta-fakta terkait di lapangan yang menunjukkan bahwa penanganan wabah Covid-19 di Tanjungpinang dianggap gagal.

M Nurhadi
Senin, 19 Juli 2021 | 11:47 WIB
3 Sebab Penanganan Wabah Tanjungpinang Dicap Gagal: Minim Tracing Hingga Antigen Berbayar
Penyekatan PPKM Darurat di Tanjungpinang (Antara)

SuaraBatam.id - Kinerja Pemkot Tanjungpinang dalam menangani wabah Covid-19 panen kritikan dari berbagai kalangan, tidak terkecuali masyarakat umum.

Kritik tersebut bukan berarti tanpa data, melainkan juga membawa fakta-fakta terkait di lapangan. Tidak hanya saat PPKM Darurat saja, warga juga mengeluhkan penanganan wabah virus corona jauh sebelum kebijakan tersebut.

Berikut sejumlah keluhan yang disampaikan masyarakat terhadap penanganan wabah Covid-19 di Tanjungpinang,

1. Tracing Tidak Maksimal

Baca Juga:BRIvolution 2.0, Transformasi BRI untuk Bertahan Saat Ini dan Bertumbuh di Masa Depan

Bukan hanya sekali, sejumlah warga mengeluhkan tracing kasus Covid-19 di Tanjungpinang yang dinilai buruk. Cukup banyak warga Tanjungpinang yang positif COVID-19 berdasarkan hasil pemeriksaan nakes rumah sakit di RSUP Kepri maupun tes mandiri di klinik, namun ada banyak pula yang mengaku sama sekali tidak diperhatikan bahkan tidak ada tracing.

Tidak hanya warga, sejumlah wartawan yang tertular COVID-19 ketika menjalankan tugas jurnalistik juga mengaku dibiarkan tanpa pengarahan ataupun tracing terkait.

"Kami berobat sendiri. Teman-teman yang kontak kami pun tes usap mandiri. Sepertinya 3T yang selalu dikampanyekan tidak dilaksanakan," kata Albet, salah seorang wartawan di Tanjungpinang.

Sebagai contoh, kluster Covid-19 Perumahan Griya Senggarang. Ada 32 orang di perumahan itu tertular COVID-19, namun masih ada di antara mereka bebas berkeliaran.

"Tidak ada penanganan khusus yang dilakukan pemerintah sehingga kami harus menyelamatkan diri dan keluarga kami sendiri agar tidak tertular COVID-19," kata Irul.

Baca Juga:Abai Perawatan Wajah di Masa Pandemi, Awas Risiko Skindemik, Apa Itu?

Kekecewaan warga yang kian memuncak membuat mereka lama kelamaan tidak lagi percaya pada kinerja pemerintah. Padahal, saat ini pasien Covid-19 terus bertambah, sementara RS tidak lagi mampu menampung pasien karena penuh.

"Sejumlah anggota keluarga saya positif COVID-19, dan bergejala seperti sesak nafas dan diare. Kami minta agar dirawat, tetapi ditolak karena penuh," ucap Oksep, warga KM 9 Tanjungpinang.

2. Tes antigen berbayar

Kebijakan PPKM Darurat di Tanjungpinang justru menimbulkan rasa kurang simpati berbagai kelompok warga, terutama setelah tersiar kebijakan adanya tes usap antigen berbayar Rp150.000. Protes juga datang dari warga Bintan.

Tiga posko penyekatan di kawasan perbatasan antara Tanjungpinang dan Bintan, yakni di perbatasan KM 15 arah Tanjung Uban, KM 16 Sei Pulai dan perbatasan Dompak, Tanjungpinang dengan Wak Copek, Bintan. Berbagai peristiwa menunjukkan ada kegamangan petugas dalam melaksanakan PPKM Darurat.

Di perbatasan KM 15 arah Uban, kebijakan tes usap berbayar hanya dikenakan kepada orang-orang dari Bintan yang mau masuk ke Tanjungpinang, namun belum divaksinasi.

Sementara, ada warga Bintan yang melaporkan bahwa mereka wajib tes usap antigen jika ingin ke Tanjungpinang, meski sudah menunjukkan sertifikat vaksinasi.

Di Sei Pulai, perbatasan Tanjungpinang dan Bintan, pemberlakuan tes antigen khusus untuk warga Bintan, yang tidak memiliki kebutuhan esensial atau penting ketika ke Tanjungpinang. Namun praktiknya, salah seorang warga Bintan, yang menjadi tenaga pengajar di salah satu sekolah swasta di Tanjungpinang harus tes antigen ketika melewati posko penyekatan.

"Anak saya itu bekerja di salah satu sekolah di Tanjungpinang, lewat posko penyekatan wajib tes antigen. Kalau 10 kali lewat berarti harus 10 kali antigen," kata anggota DPRD Bintan, M Toha.

M Toha menyampaikan kritikan itu kepada Riono, yang mewakili Pemkot Tanjungpinang saat terjadi aksi penolakan antigen berbayar. 

Ia bersama dua rekan kerjanya di DPRD Bintan yakni Hasriawaldy dan Tarmizi, dan sejumlah pengurus Lembaga Adat Melayu melakukan aksi penolakan antigen berbayar di lokasi penyekatan.

Hasriawaldy alias Gentong menegaskan hubungan kedua daerah sangat erat dalam berbagai sektor kehidupan. Dalam sektor perekonomian perdagangan, contohnya, ikan dan sayur-sayuran yang dijual di Tanjungpinang sebagian dari Bintan.

Kemudian 75 persen staf di Pemkab Bintan merupakan warga Tanjungpinang. Sebanyak 80 persen dari ribuan tenaga kerja di Bintan Alumina Indonesia di Galang Batang, Bintan, merupakan warga Tanjungpinang.

"Silahkan berlakukan kebijakan itu, tetapi gratis," kata Gentong, yang juga Ketua Fraksi Golkar DPRD Bintan.

Kemarahan Gentong dan massa semakin terlihat ketika logo Bintan terpajang dalam papan pengumuman posko penyekatan. Padahal yang melakukan penyekatan tersebut adalah Pemkot Tanjungpinang.

"Ini 'kan nampak aneh, yang melakukan penyekatan Pemkot Tanjungpinang, tetapi logo Pemkab Bintan yang ditampilkan," ujarnya.

Pada kesempatan itu, Riono menjelaskan kepada ketiga anggota legislatif bahwa kebijakan tes usap antigen di posko penyekatan untuk mencegah terjadi penularan.

Kimia Farma dilibatkan dalam melakukan tes usap antigen lantaran tenaga kesehatan di Tanjungpinang sudah kewalahan menangani pasien COVID-19 dan melaksanakan vaksinasi.

"Sejumlah nakes kami juga tertular COVID-19," kata Riono, yang juga mantan Sekda Tanjungpinang.

3. Kasus Meningkat

Pada rentang waktu yang sama, pasien COVID-19 mengalami peningkatan yang tinggi selama PPKM Darurat. Berdasarkan data 17 Juli 2021, jumlah pasien COVID-19 bertambah 220 orang sehingga menjadi 6.747 orang.

Selama pandemi, penambahan pasien tersebut rekor terbaru di Tanjungpinang. Sementara jumlah pasien yang sembuh 147 orang sehingga menjadi 4.895 orang.

Jumlah pasien yang meninggal dunia mencapai tujuh orang sehingga menjadi 189 orang. Sementara jumlah kasus aktif di Tanjungpinang mencapai 1.663 orang.

Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Kepri Tjetjep Yudiana mengatakan hampir seluruh daerah di Kepri mengalami kenaikan kasus aktif COVID-19 dalam 3-4 bulan terakhir. Namun, kasus tertinggi terjadi di Batam dan Tanjungpinang, diikuti Bintan dan Natuna.

Sementara Tanjungpinang, Batam dan Bintan ditetapkan sebagai Zona Merah, sedangkan Natuna, Karimun, Lingga dan Kepulauan Anambas sebagai Zona Oranye.

Masyarakat untuk sementara waktu diimbau  tidak keluar rumah jika tidak ada hal yang sangat mendesak. Ketika beraktivitas, diminta menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini