SuaraBatam.id - Batam yang diproyeksikan sebagai kota dengan pertumbuhan nilai ekonomi dan investasi tinggi ternyata memiliki sisi lain mengenai isu ketimpangan sosial di tengah masyarakat.
Dengan peningkatan upah minimum kota (UMK) yang signifikan, nampaknya Batam tidak bisa memenuhi ekspektasi harapan. Padahal, berdasarkan data dari Dinas Ketenagakerjaan Kota Batam, besaran UMK pada 2021 tercatat di angka Rp4.150.000.
Justru, seiring kenaikan UMK tersebut isu ketimpangan sosial dan kesejahteraan masyarakat di Batam juga mengemuka.
Seperti halnya dilaporkan dalam hasil sensus penduduk BPS Kota Batam, garis kemiskinan di Kota Batam berada di Rp 707.856 per kapita per bulannya dan jumlah penduduk miskin tercatat sekitar 67,06 ribu jiwa.
Baca Juga:Pungutan Tak Sesuai Aturan Merajalela, Industri Galangan Kapal Batam Ancam Mogok kerja
Masih berdasarkan data BPS Kota Batam, presentase angka kemiskinan di Batam pada 2019 menurun jadi sebesar 4,85 persen dibandingkan tahun 2018 sebesar 5,11 persen.
Penurunan persentase angka kemiskinan tersebut memang terlihat bagus bagi pembangunan daerah. Namun, di lain sisi indeks ketimpangan (P1) dan keparahan (P2) kemiskinan justru mengalami peningkatan.
Hasil penilaian tersebut dapat diasumsikan kalau proses pengentasan kemiskinan di Batam pada umumnya secara riil belum bisa dianggap baik karena tingkat ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin masih cukup tinggi.
Dengan kata lain, kesenjangan sosial yang terjadi di Batam masih punya potensi yang bisa memicu sentimen negatif dari masyarakat terhadap pemerintah setempat.
Isu ketimpangan sosial yang ada di Batam tersebar di beberapa daerah. Namun, yang tampak banyak terjadi kesenjangan dan kemiskinan berada di sebagian daerah pesisir Batam yang berjarak cukup jauh dari jangkauan kota.
Baca Juga:Demam Tinggi usai Divaksin AstraZeneca, Wanita di Batam Nangis Histeris
Selain masyarakat di beberapa pesisir Batam, faktor kesenjangan ekonomi terjadi karena adanya inflasi yang membuat daya beli masyarakat menurun.
Keberadaan masyarakat urban yang berdatangan dari berbagai daerah dan mengadu nasib di Batam juga merupakan salah satu faktor yang menaikkan angka kesenjangan. Padahal jika dilihat berdasarkan riwayat pendidikan para pendatang, sebenarnya tidak beda jauh dari penduduk setempat.
Namun, dimungkinkan karena faktor kualitas pendidikan di Batam sebagian besar belum cukup baik. Tren tersebut kemudian dijadikan acuan Pemko Batam untuk melakukan pembangunan di sektor pendidikan bagi warga setempat.
Pemkot Batam dalam menanggapi isu ketimpangan sosial tersebut melakukan berbagai upaya agar sanggup menekan angka kemiskinan selain berbagai program pengentasan kemiskinan dari pemerintah pusat.
Beberapa elemen masyarakat yang disasar dalam pengentasan kemiskinan di Batam adalah dengan memberikan subsidi belanja kebutuhan pokok selama dua kali dalam setahun dan pembangunan pendidikan.
Kontributor : Muhammad Subchan Abdillah