SuaraBatam.id - Dam Duriangkang sebagai salah satu waduk yang paling besar di Kota Batam, Kepulauan Riau, menyimpan sebuah mitos tersendiri. Mitos itu sampai saat ini masih diyakini masyarakat setempat.
Sebagai informasi, Dam Duriangkang merupakan waduk yang dibangun oleh BP Batam (Otorita Batam) pada tahun 1990. Dam yang terletak di Kelurahan Mukakuning, Kecamatan Sei Beduk, Kota Batam, ini mulai dioperasikan pada 2001.
Jika dibandingkan waduk-waduk lainnya di Kota Batam, Waduk Duriangkang memang menjadi yang paling besar. Sebab, luas muka air saat normal mencapai 2.340 hektare, sedangkan luas daerah tangkapan airnya 79 Km2.
Salah satu keunikan dari Dam Duriangkang ialah dibandung dengan cara membendung laut. Sehingga, Waduk Duriangkang yang sekarang ini airnya tawar sebetulnya merupakan Teluk Duriangkang yang berair asin.
Menurut sejumlah sumber, asal muasal nama Duriangkang sendiri tak terlepas dari sebuah legenda setempat. Istilah ini berasal dari kata ‘Duri’ dan ‘Angkang’.
Menurut mitos, dahulu ada seorang Daeng yang berasal dari Sulawesi Selatan (Sulsel) yang berlayar sampai Kepulauan Riau. Saat sudah berada dekat dengan perairan di sekitar Batam, kapal Daeng tersebut diterjang badai.
Daeng itu pun memutuskan untuk mengarahkan kapalnya menuju sebuah teluk demi bisa berlindung. Sayangnya, kapal itu malah terjebak oleh duri-duri di dalam air sehingga tak bisa bergerak.
Akhirnya, Kapten kapal pun memerintahkan anak buahnya untuk mengangkat duri-duri tersebut dan mengatakan, “Duri, angkang (angkat)!”. Dari dua kata itulah, kemudian muncul nama Duriangkang yang kelak diambil untuk menamai Dam tersebut.
Saat ini, Teluk Duriangkang sudah tak berair asin. Air lautnya telah berubah menjadi air tawar, sehingga bisa dijadikan sebagai sumber air minum utama bagi masyarakat yang tinggal di Kota Batam.
Baca Juga: Kisah Mitos Seram Salah Satu Gang Angker di Kota Solo, Pejalan Kaki Dilarang Lari, Kenapa?
Dari kabar yang beredar pula, Dam ini sebetulnya adalah pemukiman padat penduduk bagi masyarakat etnis Tionghoa. Namun, pada tahun 1965, kawasan ini diterjang air bah, sehingga semuanya luluh lantak.
Setelah itu, kawasan ini diubah menjadi bendungan. Tak hanya itu saja, ternyata ada pula mitos yang menyebut bahwa bendungan ini dihuni oleh buaya putih. Hanya ada beberapa saksi mata yang pernah melihatnya secara langsung.
Kontributor: Muh Faiz Alfarizie
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Body Lotion dengan Kolagen untuk Usia 50-an, Kulit Kencang dan Halus
- 8 Bedak Translucent untuk Usia 50-an, Wajah Jadi Flawless dan Natural
- Sepatu On Cloud Ori Berapa Harganya? Cek 5 Rekomendasi Paling Empuk buat Harian
- 6 Sabun Cuci Muka dengan Kolagen agar Kulit Tetap Kenyal dan Awet Muda
- 5 Sepatu Lari Rp300 Ribuan di Sports Station, Promo Akhir Tahun
Pilihan
-
Hasil SEA Games 2025: Mutiara Ayu Pahlawan, Indonesia Siap Hajar Thailand di Final
-
Stok BBM Shell Mulai Tersedia, Cek Lokasi SPBU dan Harganya
-
Kekuatan Tersembunyi Mangrove: Bisakah Jadi Solusi Iklim Jangka Panjang?
-
Orang Pintar Ramal Kans Argentina Masuk Grup Neraka di Piala Dunia 2026, Begini Hasilnya
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
Terkini
-
Angkat Kearifan Lokal, Menu MBG di Kepri Pakai Makanan Tradisional
-
Operasi Zebra 2025 di Kepri Optimalkan ETLE, Berikut Deretan Lokasinya
-
Update Harga Emas Antam Hari Ini, Turun Menjadi Rp2,322 Juta per Gram
-
Pencuri yang Beraksi di 50 Lokasi Dibekuk
-
Adu Kuat Dua Nama Menuju Kursi Ketua DPC NasDem Batam