Scroll untuk membaca artikel
Eliza Gusmeri
Rabu, 20 Juli 2022 | 18:30 WIB
ilustrasi pelecehan seksual, pencabulan dan perkosaan. [envato elements]

SuaraBatam.id - Seorang pemilik sekaligus pengurus Pondok Tahfidz di Batam, Kepulauan Riau, diduga melakukan pelecehan seksual terhadap para santrinya.

Hal itu terungkap setelah satu kerabat korban berinisial W, yang mengakui bahwa keponakan perempuannya yang masih berstatus sebagai santriwati di pondok itu pernah dilecehkan.

"Keponakan saya dipeluk hingga nempel pada bagian badan bahkan dicium hingga bagian bibir. Sekarang keponakan saya langsung ditarik darisana, setelah dia menceritakan apa yang dialaminya," tutur W, Rabu (20/7/2022).

Peristiwa ini diketahui sekitar empat bulan lalu, saat korban menceritakan kejadian yang dialaminya kepada istri W.

Baca Juga: Cabuli Bocah di Dalam Musala, Guru Ngaji di Wiyung Surabaya Dijebloskan ke Penjara

Korban diakuinya sudah menjadi santriwati di Pondok Tahfidz tersebut sejak duduk di kelas 1 Sekolah Menegah Pertama (SMP).

Korban menuturkan, pemilik Pondok Tahfidz tersebut kerap menyuruh korban untuk membersihkan kamar pribadinya.

Di saat korban tengah membersihkan kamar yang dimaksud, pemilik Pondok Tahfidz lalu kerap melancarkan aksinya dengan memeluk tubuh korban hingga mencium bibir korban.

"Dari keterangan ponakan saya, kamar itu adalah kamar pribadinya. Dan bukan hanya dia, tapi bergiliran dengan santriwati lain dan dilakukan berulang kali," lanjutnya.

Namun peristiwa ini tidak dapat diceritakan oleh korban, dikarenakan ketakutan dan permintaan pemilik Pondok Tahfidz agar korban tidak menceritakan perbuatannya tersebut.

Baca Juga: Alasan Keamanan, Warga Perumahan Baloi Kusuma Indah Batam Minta Tower BTS Dipindahkan: Serpihan Besi Pernah Jatuh

W menuturkan awalnya sempat merasa ragu dengan pengakuan dari korban, hingga akhirnya dia mendapatkan fakta bahwa ada santriwati lain yang juga pernah mengalami hal serupa.

Fakta inilah yang kemudian membuat W, untuk memberitahukan apa yang dialami oleh korban kepada kedua orangtuanya.

"Awalnya saya memang ragu, namun setelah diselidiki, kami mendapatkan fakta lain adanya korban lain yang diduga mendapatkan perlakuan serupa. Keponakan saya ini sendiri memang tidak berani cerita ke orangtuanya," tuturnya.

Bahkan, perbuatan dari pemilik Pondok Tahfidz ini juga membuat khawatir salah satu korban lainnya, yang saat ini diakuinya memilih nekat untuk kabur.

"Salah satu korban lain yang berhasil saya ajak komunikasi, saat ini bahkan sudah memilih untuk kabur dari pondok," tambahnya.

Terpisah, kerabat korban lainnya berinisial B, mengatakan bahwa pemilik Pondok Tahfidz bahkan telah mengakui perbuatannya dengan menandatangani surat pernyataan.

Walau demikian, pihaknya menolak untuk menandatangani surat tersebut, dikarenakan perbuatan pemilik Pondok Tahfidz yang telah melebihi batas sebagai salah satu tokoh agama.

"Dalam surat perjanjian itu ada beberapa korban lain yang mendapat perlakuan serupa. Tapi dari keluarga kami menolak untuk menandatangani surat tersebut," ungkapnya melalui sambungan telepon.

Perihal perbuatan pemilik Pondok Tahfidz ini, juga diakuinya sudah pernah meminta bantuan hingga Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Sejak saat itu, pihak Pondok Tahfidz kerap menghubungi keluarga B, agar memaafkan perbuatannya.

Sama dengan korban lainnya, pemilik Pondok Tahfidz ini kerap mencium dan meraba bagian sensitif korban.

"Walau memang di akhir pihak keluarga akhirnya menyerah dan mengakhiri masalah ini dengan kekeluargaan. Namun ini adalah penyakit yang tidak bisa dibiarkan berlarut-larut," tegasnya.

Hal berbeda diungkapkan oleh pemilik Pondok Tahfidz yang berinisial IK, menuturkan bahwa tuduhan terhadap dirinya tidak benar adanya.

Bahkan ia menambahkan, apa yang terjadi saat ini merupakan rangkaian fitnah, yang sudah dialaminya sejak Pondok Tahfidz yang dikelolanya didirikan beberapa tahun silam.

"Kami memang sering difitnah sejak awal pondok ini berdiri. Dugaan pelecehan seksual itu salah satunya," ungkapnya saat ditemui.

Walau demikian, ia tidak menampik adanya surat permintaan maaf seperti yang dimaksud oleh para kerabat korban.

Walau begitu, surat tersebut dibuat bukan untuk mengakui perbuatan dugaan pelecehan seksual yang disebutkan sebelumnya.

"Persepsi orang berbeda, adapun kontak fisik bukan seperti ingin melecehkan santriwati secara seksual. Paling hanya menepuk pundak, dalam kontek memberikan nasihat kepada mereka," ungkapnya.

Masih membahas mengenai surat pernyataan ini, IK bahkan menambahkan para wali sudah kembali untuk meminta maaf.

IK mengaku sangat memahami kekhawatiran dari para wali santri, terlebih di tengah mencuatnya pemberitaan tentang pelecehan seksual yang terjadi di Pondok Pesantren Jombang.

"Surat permintaan maaf itu dibuat memang atas permintaan para wali santri yang anaknya diduga mendapat pelecehan seksual. Namun, setelah surat itu ada, seluruh wali santri yang menandatangani justru minta maaf ke saya. Mereka mengaku salah dan menganggap isu itu terlalu dilebih-lebihkan. Para wali juga khawatir kalau anak-anak mereka mengalami hal serupa seperti kejadian di pondok pesantren yang di Jawa sana," paparnya.

Mengenai isu yang mengatakan bahkan ada santri yang kabur karena tidak kuat dengan dugaan pelecehan seksual.

IK membantah dan menyebut bahwa santri yang dimaksud keluar dari Pondok Tahfidz secara kekeluargaan, dikarenakan keinginannya untuk melanjutkan pendidikan ke Jakarta.

"Beberapa waktu lalu, yang bersangkutan juga masih sering telfonan dengan saya dan mengatakan kepindahannya ke Jakarta belum membuahkan hasil," jelasnya.

Kontributor : Partahi Fernando W. Sirait

Load More