SuaraBatam.id - Permainan Gasing sangat dikenal masyarakat Melayu Kepri. Setelah Mandi Safar, Pemerintah Kota Batam, Kepulauan Riau juga mencatatkan permainan gasing sebagai warisan budaya tak benda.
"Permainan gasing juga kami catatkan sebagai warisan budaya tak benda. Permainannya ya, bukan gasingnya," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Batam Ardiwinata di Batam, Jumat.
Ia menyatakan permainan gasing merupakan satu objek Pemajuan Kebudayaan Melayu yang diatur dalam Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pemajuan Kebudayaan Melayu.
"Dalam Perda ini, ada 12 Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu, salah satunya adalah permainan rakyat, seperti permainan gasing ini," kata Ardi.
Baca Juga: Gadis Tenggelam di Batam Meninggal, Warga Sesalkan Penanganan Puskesmas
Di Batam, gasing dimainkan oleh anak-anak hingga dewasa dan sangat populer. Sebelum pandemi dan Batam masih didatangi banyak wisman, mereka diajak turut memainkan permainan tradisional itu di Lapangan Gasing Kecamatan Belakangpadang.
Pemkot Batam berupaya melestarikan permainan gasing dengan menggelar atraksi dalam pagelaran Kenduri Seni Melayu. Sebelum pandemi COVID-19, pemerintah menyelenggarakan Kenduri Seni Melayu setiap tahunnya, memperingati hari jadi kota.
"Kita upayakan untuk selalu menghadirkan atraksi gasing," kata dia.
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Batam, Muhammad Zen mengatakan gasing dikenal di hampir seluruh kabupaten kota di Kepulauan Riau. Namun, cara memainkannya berbeda-beda.
Di Natuna permainan gasing dilakukan dengan cara diputar kemudian diletakkan di atas kaca berukuran 40 Cm persegi.
Baca Juga: BP Batam Buka Ulang Pendaftaran Perusahaan Tender Air
Cara bertandingnya dengan melihat gasing yang paling lama bertahan. Sedang di Kota Batam, Kota Tanjungpinang dan Karimun, gasing dimainkan dengan memutar uri langsung di tanah. Setelah uri gasing yang berhenti, maka akan dipangkah oleh gasing lainnya.
Gasing sendiri, kata dia, terbuat dari kayu stigi yang tumbuh di batu, atau kayu asam, atau kayu lebam, yang dikikis. Sedang talinya terbuat dari kulit pohon bebaru yang tumbuh di pantai. Namun, kini masyarakat memainkannya dengan tali nilon.
(antara)
Terpopuler
- Jadwal Pemutihan Pajak Kendaraan 2025 Jawa Timur, Ada Diskon hingga Bebas Denda!
- Pemain Keturunan Maluku: Berharap Secepat Mungkin Bela Timnas Indonesia
- Rekrutmen Guru Sekolah Rakyat Sudah Dibuka? Simak Syarat dan Kualifikasinya
- 10 Transformasi Lisa Mariana, Kini Jadi Korban Body Shaming Usai Muncul ke Publik
- Marah ke Direksi Bank DKI, Pramono Minta Direktur IT Dipecat hingga Lapor ke Bareskrim
Pilihan
-
Dari Lapangan ke Dapur: Welber Jardim Jatuh Cinta pada Masakan Nusantara
-
Dari Sukoharjo ke Amerika: Harapan Ekspor Rotan Dihantui Kebijakan Kontroversial Donald Trump
-
Sekantong Uang dari Indonesia, Pemain Keturunan: Hati Saya Bilang Iya, tapi...
-
Solusi Pinjaman Tanpa BI Checking, Ini 12 Pinjaman Online dan Bank Rekomendasi
-
Solusi Aktivasi Fitur MFA ASN Digital BKN, ASN dan PPPK Merapat!
Terkini
-
Jadwal Imsakiyah Batam Hari Ini, Berikut Tips Berbuka Sehat Agar Puasa Lancar
-
Longsor Parah Lumpuhkan Akses ke Pelabuhan Utama Lingga, Warga Minta PU Segera Perbaiki Jalan
-
Meutya Hafid Sebut iPhone 16 Lolos Sertifikasi, AirTag Segera Diproduksi di Batam
-
200 Rumah di Lingga Dibekali Panel Surya untuk Perluas Akses Listrik, Kapan Direalisasi?
-
Waspadai Modus Penipuan Jelang Lebaran di Batam, Ini Tips Agar Tak Jadi Korban