SuaraBatam.id - Kasus kekerasan terhadap anak kembali mencoreng nurani masyarakat Indonesia.
Seorang bocah laki-laki berinisial MSG (6) menjadi korban dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh ayah tirinya
Kasus ini terungkap setelah bocah tersebut ditemukan dalam kondisi memprihatinkan, telantar selama tiga hari di rumah sakit.
Tidak ada seorang pun anggota keluarga yang mendampinginya.
Saat ditemukan, MSG mengalami luka robek cukup parah di bagian kepala yang kemudian diketahui membutuhkan delapan jahitan.
Luka tersebut diduga kuat akibat hantaman benda tajam.
Saat ditemui tenaga medis dan kepolisian, dengan suara lirih sambil menangis, bocah itu mengaku bahwa ia telah dipukul dan dilukai menggunakan pisau oleh ayah tirinya.
"Dia cerita sambil menangis, katanya dipukul dan dianiaya pakai pisau," kata salah satu petugas yang menangani kasus ini, melansir Batamnews.co.id, Senin 26 Mei 2025.
Pihak Polsek Sei Beduk lalu memanggil kedua orang tua bocah tersebut untuk dimintai keterangan.
Sang ibu, Sri Rahayu (28), tampak tak kuasa membendung air mata ketika harus berhadapan dengan suaminya, Camay (31) yang diduga menjadi pelaku penganiayaan.
Petugas masih terus melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk memastikan kronologi dan alat bukti yang menguatkan pengakuan korban.
Perlindungan terhadap korban juga telah diambil alih oleh instansi terkait.
Polsek Sei Beduk menyatakan pihaknya serius menangani kasus ini dan akan memastikan korban mendapatkan keadilan.
"Kami sedang kumpulkan keterangan saksi dan bukti lainnya. Jika benar ada unsur pidana, akan kami proses tegas," kata Kanit Reskrim Polsek Sei Beduk, Iptu Alex.
Kasus ini memicu kemarahan publik, terutama setelah video dan foto korban tersebar di media sosial.
Banyak pihak meminta perlakuan hukum maksimal bagi pelaku kekerasan terhadap anak.
Luka Fisik dan Psikologis yang Dalam
Kekerasan terhadap anak, baik secara fisik, verbal, maupun emosional, bukan hanya meninggalkan bekas luka di tubuh, tetapi juga trauma mendalam dalam jiwa yang dapat membentuk kepribadian anak hingga dewasa.
Dalam banyak kasus, anak korban kekerasan akan mengalami:
- Gangguan kecemasan
- Depresi
- Rasa takut berkepanjangan
- Sulit membentuk kepercayaan terhadap orang dewasa
- Masalah dalam pendidikan dan interaksi sosial
Oleh karena itu, kasus seperti yang menimpa Saputra tidak bisa dianggap sebagai permasalahan keluarga semata, tetapi harus menjadi tanggung jawab bersama masyarakat dan negara.
Tips Mencegah Kekerasan Terhadap Anak
1. Waspadai Tanda-Tanda Kekerasan
Luka yang tidak wajar atau sering muncul tanpa penjelasan yang masuk akal.
Perubahan sikap mendadak: menjadi pendiam, ketakutan, atau agresif.
Menolak pulang ke rumah atau ketakutan ketika bertemu orang tertentu.
2. Ajarkan Anak untuk Berbicara
Beri anak kepercayaan untuk menceritakan apa pun yang dialaminya.
Jangan pernah meremehkan atau menolak cerita anak, bahkan jika tampak tidak masuk akal
3. Libatkan Lingkungan Sekitar
Sekolah, tetangga, dan komunitas perlu saling peduli.
Jangan ragu melapor jika ada dugaan kekerasan yang terjadi di rumah tetangga atau lingkungan sekitar.
4. Edukasi Calon Orang Tua dan Pasangan
Setiap orang yang ingin menjadi orang tua—baik kandung maupun tiri—perlu memahami tanggung jawab emosional, mental, dan hukum dalam membesarkan anak.
Pemeriksaan latar belakang dan pembinaan rumah tangga penting dalam mengurangi risiko kekerasan.
Kisah MSG bukan sekadar berita tragis, melainkan cermin dari kondisi sosial yang menuntut perhatian lebih.
Perlindungan anak adalah tanggung jawab kolektif. Tak cukup hanya merasa iba, masyarakat harus berani bertindak, melapor, dan mendesak keadilan ditegakkan.
Karena setiap anak berhak hidup aman, dicintai, dan dibesarkan tanpa rasa takut.