SuaraBatam.id - Kapal bertipe High Speed Craft (HSC) diduga kerap digunakan untuk upaya penyelundupan di Kepulauan Riau, terutama untuk yang bermesin 5 unit.
Untuk itu, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), meminta Pemerintah Pusat dan Kementerian mengeluarkan larangan kapal bertipe tersebut.
"Penggunaan kapal bertipe HSC ini perlu diatur lagi oleh Kementerian terkait. Karena upaya penyelundupan barang ilegal ke Indonesia kerap menggunakan kapal berjenis ini," papar Direktur Jenderal Bea Cukai, Askolani, Jumat (23/9/2022).
Menurutnya, pemerintah harus berani memberikan sanksi tegas bagi pemilik kapal yang tidak memiliki Automatic Identification System (AIS).
Hal serupa juga disampaikan oleh, Kasubdit Penyidikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Winarko.
Baca Juga:Kerugian Negara Capai Rp1 Triliun dari Pencucian Uang Rokok Ilegal di Kepri
Menurutnya, saat ini kemampuan armada Bea Cukai masih kurang dibandingkan dengan para penyelundup kelas kakap.
"Mesinnya yang 5-7. Sedangkan aparat paling 4 mesin. Tentunya kita tak bisa kejar," ujarnya.
Ia berharap, instansi terkait bisa menyikapi keinginan Bea Cukai tersebut, menurutnya, pemerintah dapat meluncurkan regulasi membatasi penggunaan mesin pada HSC.
Sebelumnya, Bea Cukai mengamankan Kapal Layar Motor (KLM) Pratama yang mengangkut sekitar 51.400.000 batang rokok impor ilegal merek Luffman yang dibawa dari Vietnam menuju Perairan Berakit, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepri, Indonesia.
Pembongkaran muatan rokok ilegal ini diketahui dilakukan di tengah laut dengan sistem ship to ship, dan memindahkan muatan ke beberapa High Speed Crafts (HSC) yang rencananya akan dibawa ke beberapa lokasi di wilayah Pesisir Timur Sumatera.
Baca Juga:Bea Cukai Pastikan Pemanfaatan Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Tepat Sasaran
Setelah melakukan pengembangan khususnya pada Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) kasus tersebut, Bea Cukai melakukan asset recovery berupa 1 unit KLM Pratama GT210, 1 unit mobil, 5 unit HSC, 3 unit speedboat, serta uang tunai dalam bentuk rupiah dan dolar Singapura, dengan total nilai barang dan uang tunai mencapai Rp44,6 miliar rupiah.
Askolani menambahkan, penyelundupan menggunakan HSC secara ship to ship awalnya terbatas di wilayah Kepri, tetapi saat ini HSC dapat langsung berlayar menuju daratan Sumatera atau Jakarta tanpa pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM).
Bahkan telah terdeteksi juga di wilayah Aceh, Riau, Kalimantan Bagian Barat, hingga Kalimantan Utara.
Kapal dengan 4-8 unit mesin berkecepatan tinggi itu juga kerap digunakan untuk melakukan penyelundupan barang-barang bersifat high value goods, seperti narkotika, rokok dan minuman beralkohol, benih bening lobster, pasir timah, telepon seluler, dan barang elektronik lainnya, serta pekerja migran ilegal.
Dari aksi kejahatan itu, Bea Cukai memperkirakan kerugian negara hingga Rp1 triliun.
Kontributor : Partahi Fernando W. Sirait