SuaraBatam.id - AKBP Raden Brotoseno akhirnya diberhentikan setelah Sidang Komisi Kode Etik Polri Peninjauan Kembali (KKEP PK) terhadap putusan etik terhadapnya.
Melansir Antara, Raden Brotoseno menerima sanksi berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Putusan PK ini memberatkan hasil putusan sidang etik AKBP Raden Brotoseno sebelumnya pada bulan Oktober 2020 yang hanya menjatuhkan sanksi administratif berupa demosi dan permintaan maaf kepada atasan.
"Hasil dari sidang KKEP PK yang dilaksanakan pada 8 Juli 2022 pukul 13.30 WIB memutuskan untuk memberatkan putusan sidang komisi kode etik Polri Nomor PUT/72/X/2020 tanggal 13 Oktober 2020 menjadi sanksi administratif berupa PTDH," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Pol Nurul Azizah, di Mabes Polri, Jakarta, Kamis.
Nurul menjelaskan hasil putusan KKEP PK tersebut menjatuhkan sanksi administratif menjadi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sebagai anggota Polri.
Putusan KKEP PK ini, kata dia, tertuang dalam surat putusan PUT KKEP PK/I/VII/2022.
Menindaklanjuti hasil putusan KKEP PK tersebut, kata Nurul, Sekretariat KKEP PK akan mengirimkan putusan KKEP PK ke Bagian SDM Polri untuk ditindaklanjuti dengan keputusan PTDH.
"Dan untuk keputusan (KEP) PTDH-nya belum ada," katanya pula.
Nurul tidak menjabarkan hal-hal yang menjadi pertimbangan KKEP PK untuk memberatkan sanksi terhadap AKBP Raden Brotoseno hingga diputuskan PTDH.
Hal itu, kata dia, akan disampaikan setelah surat keputusan PTDH AKBP Brotoseno turun dari SDM Polri.
Dengan begitu AKBP Raden Brotoseno resmi dilakukan PTDH secara administratif setelah surat keputusan tersebut diterbitkan.
"Kita tunggu KEP dulu, tanggal (resmi PTDH) sesuai KEP, kita tunggu mudah-mudahan segera," kata Nurul.
Sebelumnya, sidang putusan etik KKEP AKBP Raden Brotoseno pada 13 Oktober 2020 menjatuhkan sanksi berupa rekomendasi dipindahtugaskan ke jabatan berbeda yang bersifat demosi.
AKBP Raden Brotoseno tidak diberhentikan sebagai anggota Polri karena ada pernyataan dari atasannya yang menyatakan dia dapat dipertahankan menjadi anggota Polri dengan berbagai pertimbangan prestasi dan perilaku selama berdinas di kepolisian.
Putusan etik itu diterima AKBP Raden Brotoseno dan tidak mengajukan banding.
AKBP Raden Brotoseno jadi perbincangan setelah Indonesia Corruption Watch (ICW) yang mendesak Kapolri untuk menjelaskan status AKBP Brotoseno yang aktif kembali menjadi anggota Polri, setelah divonis bersalah dalam kasus korupsi.
Mantan Kepala Unit III Subdit III Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri itu terbukti menerima hadiah atau janji sebesar Rp1,9 miliar dalam penyidikan tidak pidana korupsi cetak sawah di daerah Ketapang, Kalimantan Barat tahun 2016.
Ia terjaring dalam operasi tangkap tangan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) pada 15 November 2016.
Dalam perkara tersebut, selain AKBP Raden Brotoseno, penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri Dedy Setiawan Yunus juga ikut terlibat.
Sedangkan dua pihak swasta yaitu advokat Jawa Pos Group Harris Arthur Hedar dan Lexi Mailowa Budiman juga dijerat.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menilai Brotoseno terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Ia divonis pidana penjara selama lima tahun. Lalu mendapat remisi dan bebas tahun 2020.
Setelah divonis itu, AKBP Raden Brotoseno diketahui aktif kembali sebagai anggota Polri, hal ini memantik rasa tidak percaya masyarakat terhadap Polri dalam pemberantasan korupsi.
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo merespons desakan masyarakat dengan merevisi Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Polri dan Perkap Nomor 19 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Polri dengan menerbitkan Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia pada tanggal 14 Juni.
Melalui Perpol Nomor 7 Tahun 2022 itu Kapolri memiliki kewenangan untuk melakukan peninjauan kembali terhadap putusan sidang etik yang mencederai rasa keadilan di masyarakat. [antara]