Sebagai pengamat pendidikan, Herfina juga mengaku saat ini masih bersikap netral dalam menanggapi polemik tersebut.
"Sebagai pendidik, tentu saya hanya bisa memberikan pandangan mengenai simulasi yang pantas digunakan bagi anak-anak kita yang memiliki kebutuhan khusus. Berbeda apabila ditanya mengenai kebutuhan medis, hal ini tentu saja menjadi fokus dari para ahlinya," tuturnya.
Hal senada juga dilontarkan oleh Kepala Pusat Layanan Autis (PLA) Batam, Riniatun yang menyebutkan bahwa penanganan anak pengidap cerebral palsy, masih dapat dilakukan dengan berbagai cara lain.
"Terutama latihan fisik yang harus diulangi setiap harinya terhadap anak. Ini untuk memancing respon anak, terhadap bagian tubuh yang memang kurang bisa bergerak," paparnya.
Rini juga menuturkan dari pengalaman sebagai pengamat pendidikan, informasi tentang penggunaan ganja untuk medis tidak terlalu dibahas oleh para orangtua anak berkebutuhan khusus di Batam.
Bahkan, kini salah satu anak yang mengidap cerebral palsy yang pernah dididik olehnya sudah mulai menunjukkan perkembangan positif, walau tanpa melalui pengobatan dengan menggunakan obat-obatan.
"Ada salah satu anak didik saya dulu yang memang mengidap cerebral palsy, namun saat ini sudah mulai membaik walau tanpa obat-obatan. Hanya melalui latihan fisik saja, yang diulang terus-menerus," paparnya.
Kontributor : Partahi Fernando W. Sirait