Ritual Adat di IKN, Gubernur Kepri Bawa Tanah Daik dan Air dari Penyengat

Para gubernur juga diminta untuk mengenakan pakaian adat masing-masing selama kegiatan berlangsung.

Eko Faizin
Senin, 14 Maret 2022 | 06:50 WIB
Ritual Adat di IKN, Gubernur Kepri Bawa Tanah Daik dan Air dari Penyengat
Gubernur Kepri, Ansar Ahmad. [Antara]

SuaraBatam.id - Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Ansar Ahmad membawa tanah dari Daik-Lingga dan air dari Pulau Penyengat-Tanjungpinang saat menghadiri kemah bersama para Gubernur se-Indonesia di Ibu Kota Negara atau IKN Nusantara, Kalimantan Timur.

Kemah yang juga diikuti Presiden Joko Widodo serta sejumlah menteri Minggu-Selasa (13-15/3/2022) akan diwarnai dengan ritual adat yang melibatkan air dan tanah.

Sebagai syarat ritual, setiap gubernur diminta membawa tanah dan air dari daerahnya masing-masing. Para gubernur juga diminta untuk mengenakan pakaian adat masing-masing selama kegiatan berlangsung.

"Sesuai masukan dan saran dari para tetua adat di Kepri, kita putuskan membawa 2 kilogram tanah yang diambil dari Daik, dan 1 liter air sumur dari Balai Adat Pulau Penyengat," kata Gubernur Ansar Ahmad, Minggu (13/3/2022).

Ansar mengatakan air dan tanah yang dibawanya akan digunakan dalam ritual adat di IKN Nusantara. Ritual ini diyakini mengandung makna filosofis agar selalu mengingat asal-muasal nenek moyang dan mempertahankan kearifan leluhur yang sudah ada di bumi Nusantara.

Ia menjelaskan alasan mengambil tanah yang diambil dari Daik karena berada di lokasi struktur cagar budaya bekas tapak Istana Damnah yang dibangun pada tahun 1860 semasa Kesultanan Lingga-Riau Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah II (1857-1883), serta dibantu oleh yang Dipertuan Muda Riau X Raja Muhammad Yusuf Al-Ahmadi beserta Pemaisurinya (isteri) Tengku Embung Fatimah.

Tanah yang dibawa diambil lokasi tepat di Balai Bertitah (Singgasana) tempat Balai Pemerintahan Sultan yang merupakan Balai Bagian Bekas Istana Sultan Lingga-Riau terakhir di Daik.

Sesuai sejarah, katanya, Istana Damnah tahta pemerintahannya ketika itu diteruskan oleh Tengku Embung Fatimah (1883-1883) sebagai pemerintahan sementara sampai dinobatkannya Anandanya Raja Abdul Rahman menjadi Sultan Lingga-Riau pada Tahun 1875 dengan gelar Sultan Abdulrahman Muazzam Syah (1885-1991) yang merupakan Sultan Lingga-Riau terakhir.

"Berdasarkan sejarah, sumber tanah yang kita bawa ini sangat erat kaitannya dengan sejarah dan nilai-nilai leluhur Melayu di Kepri," jelas Ansar.

Adapun alasan membawa air dari sumur Balai Adat Pulau Penyengat, menurutnya, dikarenakan banyak yang mengatakan bila seseorang ke Tanjungpinang, Kepri, belum lengkap jika belum bertandang ke Pulau Penyengat serta minum atau sekedar cuci muka menggunakan air di pulau tersebut.

Bahkan saat ini situs-situs bersejarah yang ada di Pulau Penyengat sedang diusulkan kepada UNESCO (Badan PBB untuk Pendidikan dan Kebudayaan) untuk menjadi situs warisan dunia.

"Air tawar itu hingga saat ini tetap bisa dinikmati oleh masyarakat setempat dan para wisatawan yang datang berkunjung. Ada beberapa sumur di Penyengat dan salah satunya adalah yang berada di bawah gedung Balai Adat Pulau Penyengat yang berfungsi sebagai tempat untuk menyambut tamu atau mengadakan perjamuan bagi orang-orang penting," ujar Ansar.

Sumur yang dimaksud oleh Gubernur Ansar tersebut hanya memiliki kedalaman sekitar 2,5 meter. Meski demikian tidak pernah kering sepanjang tahun walaupun di musim kemarau.

Selain itu, air sumur yang ditemukan sejak abad ke-16 itu tidak masin seperti kebanyakan sumber air yang berada dekat laut, walaupun sumur tersebut terletak hanya sekitar 30 meter dari pantai. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini