"Di dalam 29 persen area yang didelegasikan tersebut, terdapat wilayah yang tetap dilayani oleh AirNav Indonesia untuk keperluan penerbangan seperti di Bandara Batam, Tanjung Pinang, dan lainnya. Hal ini sudah sesuai dengan pasal 263 UU nomer 1 Tahun 2009, dan ANNEX 11 article 2.1.1 konvensi Chicago 1944 serta resolusi ICAO Assembly ke 40," jelas Novie.
Menurut Novie, pendelegasian tersebut tidak berarti Pemerintah Indonesia mengabaikan kedaulatan.
Apakah Indonesia mampu?
Dikatakan Dirjen Perhubungan Udara, Indonesia sudah mempersiapkan ini sejak lama. Bahkan sekitar dua tahun lalu, AIRNAV sudah membuat simulator bagaimana nanti pelayanannya.
Baca Juga:Kemenhub Minta Perjanjian FIR Dipahami Menyeluruh, Singgung Area yang Masih Dikelola Singapura
"Traffic di upper Natuna maupun traffic di upper Riau sudah diinjeksi di simulator," ujarnya.
Dari segi SDM, dikatakan Novie, pihaknya sudah melatih baik di tingkat lower maupun upper. Semuanya juga sudah mempunyai rating untuk pelayanannya.
"Teman-teman yang akan melayani nanti sudah memiliki rating. Rating ini penting untuk Air Traffic Services," kata Dirjen Novie.
Dari sisi teknologi, Indonesia sudah menggunakan standar teknologi yang sama dengan Singapura dan Malaysia.
"Di antaranya menggunakan satellite-bassed navigation, VHF_ER dan radar, serta komunikasi secara digital," pungkas Dirjen Novie.
Baca Juga:Kesepakatan Wilayah FIR Indonesia Singapura Perlu Dukungan Internasional
Sebelumnya, pada Selasa (25/1/2022) di The Sanchaya Resort Bintan, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, terjadi kesepakatan Flight information region (FIR) Realignment 2022 yang ditandatangani masing-masing Menteri Perhubungan RI Budi Karya Sumadi dan Menteri Transportasi Singapura S Iswaran.