“Dari 24 jam, mungkin totalnya hanya tiga atau empat jam dia tidak menangis,” kata Novi yang kemudian merasa ada sesuatu yang tidak biasa dengan anaknya.
Kekhawatiran Novi terjawab saat membawa Keynan ke dokter setelah berusia empat puluh hari.
Keynan mengidap cerebral palsy atau lumpuh otak. “Semuanya dites, hasilnya memang otaknya sudah banyak mengalami kerusakan karena kejang yang tidak tertangani.”
Sejak saat itu, kondisi kejang Keynan menjadi keseharian Novi, bahkan seringkali kejangnya berlangsung cukup lama.
“Pernah dari rumah, ke rumah sakit pertama, sampai rumah sakit kedua, itu Keynan kejang enggak berhenti, … akhirnya setelah disuntik baru reda,” tutur Novi.
Novi yang tinggal di Yogyakarta kemudian bertemu dengan Dwi Pertiwi di Wahana Keluarga Cerebral Palsy, sebuah komunitas orangtua yang memiliki anak cerebral palsy.
Putra semata wayang Dwi, Musa, juga mengidap cerebral palsy.

“Kalau sudah mengalami punya anak, atau cucu, atau anggota keluarga yang seperti Musa atau seperti Keynan, pasti tahu bagaimana deg-degannya hati kami setiap hari,” kata Dwi.
Dwi dan puterinya Musa (suara.com)
"Karena setiap kali kita mengusahakan terapi apa pun dan ada progres, begitu mengalami kejang, [kondisi] itu reset kembali ke nol, dan itu over and over and over again [terjadi berulang kali]," ujarnya.
"Bayangkan kalau kita sudah senang lihat mereka bisa sedikit-sedikit jalan sambil pegangan apa, tiba-tiba kejang, ya sudah kembali seperti bayi lagi," ujarnya.