SuaraBatam.id - Pengadilan Tinggi Jakarta resmi menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara atas pejabat Bea Cukai Batam lantaran terlibat korupsi impor tekstil.
Korupsi yang dilakukan lima pejabat tersebut yakni berkaitan dengan impor tekstil dari China sehingga menyebabkan pasar dalam negeri kebanjiran produk tersebut.
Hal ini menyebabkan banyak industri tekstil Indonesia babak belur dan tidak sedikit yang gulung tikar. Kerugian Negara yang disebabkan perbuatan para terdakwa diperkirakan mencapai Rp1,6 trilyun.
Ada lima terdakwa dalam kasus ini, diantaranya:
Baca Juga:AS Protes China Bangun Ratusan Silo Rudal Nuklir, Tapi Miliki Ribuan Hulu Ledak Serupa
1. Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Kepabeanan dan Cukai (PFPC), Mokhammad Mukhlas
2. Kepala Seksi Pabean dan Cukai II Bidang PFPC I, Kamaruddin Siregar
3. Kepala Seksi Pabean dan Cukai III Bidang PFPC I, Dedi Aldrian
4. Kepala Seksi Pabean dan Cukai III Bidang PFPC II, Hariyono Adi Wibowo
5. Bos perusahaan swasta, Irianto.
Baca Juga:Kalbar Impor Oksigen dari Malaysia, BC: Totalnya Sudah 95 Ton
Irianto diketahui menyuap pejabat Bea Cukai agar diizinkan mengimpor berton-ton tekstil dari China.
Akibatnya, pasar Indonesia banjir tekstil China. Dampaknya, pabrik tekstil di Indonesia banyak yang gulung tikar dan berbuntut ribuan buruh kena PHK.
Berdasarkan Naskah Analisis Perhitungan Kerugian Perekonomian Negara Tindak Pidana Korupsi dalam Importasi Tekstil pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tahun 2018 sampai dengan tahun 2020 dari Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gajah Mada (UGM) tertanggal 1 Agustus 2020, kerugian perekonomian negara dapat dinilai secara keekonomian adalah minimum sebesar Rp 1.646.216.880.000.
"Atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut, di mana perusahaan Irianto berkontribusi 2,29% sebesar Rp 1.496.560.800.000 dan perusahaan satunya berkontribusi 0,229% sebesar Rp 149.656.080.000 dari total seluruh kerugian perekonomian negara akibat importasi tekstil secara tidak sah sebesar Rp 65,352 triliun," kata Jaksa.
Lima orang itu diadili untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Mereka diadili secara terpisah. Pada 7 April 2021, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara kepada:
1. Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Kepabeanan dan Cukai (PFPC), Mokhammad Mukhlas
2. Kepala Seksi Pabean dan Cukai II Bidang PFPC I, Kamaruddin Siregar
3. Kepala Seksi Pabean dan Cukai III Bidang PFPC II, Hariyono Adi Wibowo
Jaksa yang menuntut 8 tahun penjara lantas mengajukan banding.
"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp 50 juta jika denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 2 bulan," demikian bunyi putusan banding yang dilansir websitenya, Kamis (29/7/2021).
Andriani Nurdin bertugas sebagai ketua majelis dengan anggota Mohammad Lutfi, Sri Andini, Reny Halida Ilham Malik dan Hening Tyastanto.
Sejatinya, Hening Tyastanto tidak setuju bila Mokhamad Mukhlas dkk dihukum 5 tahun penjara, tetapi seharusnya 10 tahun penjara.
1. Bahwa dampak kerusakan dari serangkaian perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa sangat dahsyat yaitu merusak tatanan kerja yang baik menjadi tatanan korupsi dan menimbulkan kerusakan perekonomian negara di sektor tekstil, karenanya hukuman pidana 2 tahun yang ditambah menjadi 5 tahun oleh Majelis Hakim Tingkat Banding terlalu rendah dan bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat serta tidak mengandung efek penjeraan bagi penyelenggara negara dan karena itu, Hakim Anggota Majelis-4 berpendapat bahwa lamanya pemidanaan Terdakwa Mokhamad Mukhlas harus ditambah menjadi 10 tahun.
2. Mokhammad Mukhlas, S.E., selaku Kepala Bidang Pelayanan dan Fasilitas Pabean dan Cukai II pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe B Batam, bersama sama dengan Hariyono Adi Wibowo, S.E., selaku Kepala Seksi Pabean dan Cukai III pada Bidang Pelayanan dan Fasilitas Pabean dan Cukai (PFPC) II pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe B Batam, Dedi Aldrian, S.E., selaku Kepala Seksi Pabean dan Cukai III pada Bidang Pelayanan dan Fasilitas Pabean dan Cukai (PFPC) I Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe B Batam, dan Kamaruddin Siregar, SS. selaku Kepala Seksi Pabean dan Cukai II pada Bidang Pelayanan dan Fasilitas Pabean dan Cukai (PFPC) I Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe B Batam adalah merupakan Pejabat Bea dan Cukai yang memiliki kewenangan melaksanakan kebijakan pemerintah dalam mengawasi lalu lintas barang, meneliti hasil pemeriksaan fisik barang dan meneliti kebenaran isi dokumen seluruh barang masuk dalam kegiatan impor.
3. Mokhamad Mukhlas adalah pemegang penuh dan sebagai penanggung jawab melaksanakan kebijakan teknis pemerintah dalam mengawasi lalulintas barang,meneliti hasil pemeriksaan fisik barang dan meneliti kebenaran isi dokumen seluruh barang dalam kegiatan impor dilingkungan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai tipe B Batam ,pada saat pelantikan dalam jabatan tersebut Terdakwa telah disumpah untuk melaksanakan tugasnya dengan sebaik baiknya,tidak menerima janji atau pemberian dalam bentuk apapun yang dapat menggerakan untuk berbuat atau tidak berbuat dalam kewenangannya
4. Terdakwa telah menerima suap sebanyak 5 juta rupiah setiap kontainer atau untuk keseluruhan 566 kontainer telah menerima sebesar Rp 1.950.000.000,00 (satu miliar sembilan ratus juta rupiah ) bersama-sama;
5. Bahwa model penerimaan suap seperti ini merupakan perbuatan yang sangat serius dan secara berkonspirasi atau kolusi dengan Terdakwa penyelenggara negara lainnya. Dan dalam waktu lama secara terus menerus tidak melakukan pengawasan, tidak meneliti dokumen, tidak meneliti hasil pemeriksaan barang dan tidak melakukan pemeriksaan fisik barang import dengan benar, konspirasi ini telah merusak tatanan sistim pengendalian intern yang telah disusun secara best international practises, merusak kredibilitas Kementrian Keuangan secara umum dan telah menghilangkan kepercayaan masyarakat kepada lembaga Bea dan Cukai;
6. Menimbang bahwa terdapat ratusan Importir terdaftar yang aktif melakukan kegiatan impor,dengan model suap seperti ini dapat disimpulkan atau dapat terjadi ratusan kontainer yang setiap hari keluar dari area pelabuhan Batam juga diperlakukan sama seperti uraian di atas;
7. Menimbang bahwa pengawasan terhadap arus keluar barang sangat lemah,dimana dalam beberapa dekade ini baru terungkap satu perkara yang sampai kepada penegakan hukum sehingga didapat kesimpulan bahwa perkara penyuapan ini hanya merupakan fenomena gunung es;
8. Menimbang bahwa pengabaian kewajiban penyelenggara dalam meneliti dan memeriksa barang masuk dapat berakibat selain kepada berkurangnya penerimaan negara juga dapat berakibat masuknya barang barang terlarang dan berbahaya.
9. Akibat dari masuknya tekstil dari China yang tidak sesuai dengan peraturan telah berakibat kerusakan perekonomian Negara.
10. Terdapat kerugian perekonomian negara yang dinilai secara keekonomian adalah sebesar Rp1.646.216.880.000,00 di mana PT Flemings Indo Batam berkontribusi sebesar 2,29% atau senilai Rp1.496.560.800.000,00 dan PT. Peter Garmindo
Prima berkontribusi sebesar 0,229% atau senilai Rp149.656.080.000,00 dari total kerugian perekonomian negara sebesar Rp 63.352.000.000.000,00 sebagaimana tertuang dalam Naskah Perhitungan Kerugian Perekonomian Negara Tindak Pidana Korupsi Dalam Importasi Tekstil Pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tahun 2018 Sampai Dengan Tahun 2020;
Namun suara Hening Tyastanto kalah suara dengan 4 hakim tinggi lainnya. Hasilnya, Mokhammad Mukhlas dkk hanya dihukum 5 tahun penjara. Di kasus itu, Irianto dihukum 2 tahun penjara.