Pakar Kritik Cara Pemerintah Tangani Wabah Covid-19: Kurangi Biaya Perjalanan Dinas!

Faisal Basri menyoroti agar pemerintah kurangi perjalanan dinas, pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) hingga pembelian alutsista.

M Nurhadi
Jum'at, 02 Juli 2021 | 16:35 WIB
Pakar Kritik Cara Pemerintah Tangani Wabah Covid-19: Kurangi Biaya Perjalanan Dinas!
Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi yang dipimpin Faisal Basri [suara.com/Kurniawan Mas'ud]

SuaraBatam.id - Pengamat ekonomi Faisal Basri menyebut, penanganan wabah Covid-19 yang dilakukan pemerintah Indonesia sangat lamban. Dampaknya, neara harus membayar biaya mahal dalam menghadapi pandemi.

"Inilah ongkos yang harus kita bayar sangat mahal tatkala PPKM Darurat terjadi ketika sistem kesehatan kita sudah kolaps," ungkap Ekonom Senior Faisal Basri.

Hingga Kamis (1/7/2021) pukul 12.00 WIB, Kemenkes RI mencatat adanya penambahan kasus positif Covid-19 mencapai 24.836 orang. Dengan begitu, total kasus Covid-19 di tanah air mencapai 2,203 juta orang.

Namun, bersamaan dengan itu, ada penambahan 9.874 orang sembuh dari Covid-19. Sementara pasien meninggal dunia akibat Covid-19 bertambah 504 orang, sehingga totalnya 58.995 kasus.

Baca Juga:PPKM Darurat Jawa-Bali Berlaku Mulai Besok

Kondisi mengkhawatirkan terutama dengan tingginya tingkat keterisian tempat tidur (bed occupancy ratio/BOR) di berbagai daerah yang mengalami lonjakan kasus.

Hingga akhir Juni tahun ini, Kemenkes mengklaim, BOR di rumah sakit di DKI Jakarta mencapai 92%, Banten 91%, Jawa Barat 90%, Jawa Tengah 88%, dan DI Yogyakarta 87%. 

Ia memperkirakan, pemulihan ekonomi Indonesia akan menjadi lebih lambat dari yang diperkirakan akibat APBN yang terus digerus guna menopang ekonomi. 

Padahal, target defisit APBN harus kembali ke bawah 3% terhadap PDB pada 2023 mendatang. Namun kini posisinya masih di atas 5% terhadap PDB.

"Jadi inilah ongkos yang sangat mahal yang dibayar yang menyebabkan recovery ekonomi makin lama. Kita sudah selama ini paling lambat dan akan makin lama, defisit anggaran akan meningkat lagi, penerimaan pajak akan turun, angka pengangguran akan naik," papar Faisal.

Baca Juga:Masyarakat Jadi Kunci PPKM Darurat, Covid-19 Bisa Keok Jika Semua Sadar Aturan

"Jadi bukan menuju pada pemulihan sebelum covid ya, tapi kita masih jauh dari kondisi sebelum covid," ujarnya lagi, melansir Batamnews --jaringan Suara.com.

Pada tahun 2021, pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi 5% dengan asumsi tidak ada lonjakan kasus seperti terjadi sekarang.

Padahal, menurutnya jika dari awal pemerintah memilih untuk lockdown, biayanya tidak akan semahal sekarang.  Pemerintah tidak perlu banyak menambah utang, namun cukup menahan belanja yang tidak prioritas. Seperti kurangi perjalanan dinas, pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) hingga pembelian alutsista.

"Tahun lalu, setidaknya pasca tahun baru ya, itu kan puncaknya. Minggu ke 3 Januari di situ kita buat lockdown. Anggarannya, saya percaya kalau soal uang ada, ini tinggal politik anggaran saja kan," terangnya.

Faisal menilai pemerintah salah dalam menempatkan pilihan antara ekonomi dan kesehatan. Salah satu yang terlihat jelas adalah posisi ketua tim penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PEN) dipegang oleh Menko Perekonomian.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini