Hargai Buruh Beda Pendapat, Begini Aksi Pekerja Tolak Omnibus Law di Batam

"Karena itu hak individual masing-masing, dan kami juga tidak bisa memaksakan mereka walaupun mereka juga terdampak, kata Sulaiman.

M Nurhadi
Selasa, 06 Oktober 2020 | 13:37 WIB
Hargai Buruh Beda Pendapat, Begini Aksi Pekerja Tolak Omnibus Law di Batam
Gambar sebagai ilustrasi-- Suasana buruh saat demo menolak Omnibus Law di halaman Kantor DPRD Provinsi Sumatera Selatan, Rabu (19/8/2020). (Suara.com/Rio)

SuaraBatam.id - Para buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) di Kota Batam, Kepulauan Riau tetap menggelar aksi mogok kerja guna menolak pengesahan UU Omnibus Law.

Aksi buruh ini juga dibarengi dengan orasi yang dilakukan di sekitar perusahaan tempat mereka bekerja. Salah satunya yang terjadi di kawasan industri Tunas, Batam Kota sejak Selasa (6/10/2020) pagi.

Aksi moogok kerja ini nampaknya tidak diikuti oleh semua buruh. Namun demikian, serikat pekerja tetap menghormati sikap buruh yang lebih memilih untuk bekerja.

“Tidak semuanya yang ikut mogok, ada juga yang bekerja seperti biasa. Karena itu hak individual masing-masing, dan kami juga tidak bisa memaksakan mereka walaupun mereka juga terdampak,” ujar Ketua PUK PT Gimli Indonesia, Sulaiman saat ditemui Batamnews (jaringan Suara.com) usai orasi.

Baca Juga:Protes Pendidikan Dijadikan Bisnis, Taman Siswa Siap Gugat UU Cipta Kerja

Ia menyebut, para pekerja yang turut aksi di Batam hari ini tetap menggelar aksi mogok kerja sebagai bentuk solidaritas sesama buruh di Jakarta dan sekitarnya.

“Kalau hari ini, sebagai solidaritas kepada mereka yang berjuang di Jakarta dan di lapangan, kami mungkin pulang masing-masing saja sebagai sikap solidaritas,” katanya.

Berkaitan dengan aksi pada tanggal 7 dan 8 nanti, Sulaeman mengaku juga masih menunggu instruksi dari pimpinan cabang FSPMI dan pengurus wilayah.

“Kalau di Batam, karena instruksi dari Pimpinan Cabang dan DPW-nya belum ada, mungkin masih nunggu instruksi dari pusat juga. Nanti tanggal 7 sama tanggal 8 itu seperti apa, kami masih menunggu,” ujarnya.

Ia menilai, Omnibus Law sangat merugikan kalangan buruh, lantaran dalam UU tersebut, banyak hak-hak mereka yang dikurangi seperti yang tertera di Undang-undang no.13 tahun 2003, khususnya mengenai hak cuti.

Baca Juga:Kenapa UU Cipta Kerja Ditolak Pekerja, Ini 5 Kerugiannya

“Nantinya cuti melahirkan itu akan hilang. Karena setelah Omnibus Law itu disahkan, jadi orang itu setelah melahirkan harus bekerja. Boleh tidak bekerja, tapi mereka nggak digaji. Kalau sekarang kan cuti melahirkan tiga bulan, hak-haknya masih dapat dan gajinya masih berjalan,” ungkap Sulaeman.

Dengan sistem tersebut, sebut dia, merubah sistem kerja pekerja permanen menjadi kontrak sumur hidup..

“Dan nantinya pun secara tidak langsung, THR pun akan hilang. Ini sangat berat bagi kaum buruh,” tutur Sulaiman.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini