Scroll untuk membaca artikel
Eliza Gusmeri
Sabtu, 16 September 2023 | 19:15 WIB
Potret buldozer di kawasan Rempang [suara.com/ist]

SuaraBatam.id - Jangan tanyakan perasaan warga Rempang yang terancam kehilangan kampung halamannya. Jangan minta mereka membayangkan nasib dan masa depan akan seperti apa, kalau pada akhirnya dipaksa direlokasi ke tempat tinggal baru.

Hanya tangis, doa, dan kalimat memohon-mohon kepada pemerintah yang mereka panjatkan agar relokasi itu tidak diwujudkan akhir bulan ini.

"Tak terbayangkan...," ujar seorang warga Rempang, Batam bernama Aminah dengan mata berkaca-kaca. Ia ditemui di desa Pasir Panjang, Rempang, 14 September 2023.

"Saya gak bisa membayangkan tinggal di rusun,  mudah-mudahan tempat kami tidak digusur pak Jokowi, kami minta tolong dari hati yang dalam pak jokowi, kami mohon keadilan kepada pemerintah," sambung Aminah, sambil mengatup kedua tangannya, berdoa dan berharap pada Presiden dengan menangis.

Baca Juga: Jokowi Punya Info Intelijen Partai Politik, Golkar: Presiden Negara Barat Aja Tahu Pergerakan Parpol Asing

Perempuan itu benar-benar tak sudi harus kehilangan kampung halaman untuk diubah menjadi kawasan Rempang Eco-City bagian dari proyek strategis Pemerintah. Karena, di sanalah ia dilahirkan dan hidup turun temurun bersama keluarga.

"Saya lahir di sini, Pasir Panjang, asli Rempang-Galang. Nenek kami di sini, tanah tumpah darah kami di sini, "ujar Aminah bercerita tentang awal kehidupannya.

Ia mengaku sangat mencintai Rempang sebagai tanah kelahiran. Tak perduli susahnya hidup, bahagia saja sudah cukup. Itulah yang menjadi alasan Aminah tak rela pindah dari kampung itu karena sudah melewati suka duka seumur hidupnya.

"Kami sudah senang di sini meskipun makan garam, masak di negeri kami sendiri harus mengungsi," ungkap Aminah.

Dan sekarang, meskipun belum memutuskan pindah, Aminah mengungkapkan kekhawatirannya.

Baca Juga: Momen Bahagia Anak Vino G Bastian, Lukisannya Ditandatangani Presiden Jokowi

Apalagi usai warga Rempang memberontak saat BP Batam ingin melakukan pengukuran tanah, yang pada akhirnya berujung bentrok dan menangkap sejumlah warga.

Berawal dari protes pertama penolakan warga terjadi pada 23 Agustus 2023. Warga Rempang mendatangi kantor BP Batam untuk menyampaikan kekecewaan mereka.

Protes kedua, saat BP Batam bersama gabungan aparat hendak melakukan pengukuran tanah di Rempang, 8 September 2023.

Warga menghadang dan bentrokan pun pecah. Mirisnya, aparat melepaskan gas air mata dan menangkap 8 warga yang disebut polisi menyerang petugas.

Ketiga, demontrasi warga pada 11 September di kantor BP Batam. Massa membesar, sejumlah orang emosi dan menyerang kantor pemerintahan itu. Akibatnya puluhan orang ditangkap yang diduga menyulut kerusuhan.

Dari rentetan kejadian ini, membuat Aminah tak bisa hidup hingga bekerja lagi dengan nyaman di kampungnya.

"Semenjak itu sudah tak nyaman lagi hidup kami, pendapatan berkurang,"ujar Aminah.

Seperti diberitakan sebelumnya, masyarakat Rempang harus segera direlokasi karena kawasan itu akan dibangun Kota Ramah Lingkungan Rempang (Rempang Eco City) oleh pemerintah.

Load More