Scroll untuk membaca artikel
Eliza Gusmeri
Senin, 17 Oktober 2022 | 13:31 WIB
SMK SPN Dirgantara Batam [Batamnews]

SuaraBatam.id - Ketua Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kota Batam, Abdillah mengutarakan kekecewaannya terhadap kasus SMK SPN Dirgantara.

Sebelumnya, pemilik yayasan penyelenggara sekolah, Aiptu Erwin Depari menjadi terdakwa kasus kekerasan terhadap siswa di sekolah itu.

Menurutnya, sudah jelas praktik kekerasan dan kegiatan belajar sekolah itu diduga melenceng dari tujuan pendidikan sebenarnya dan pemerintah harus tegas menutup pembelajaran di sekolah tersebut.

Melansir Batamnews, Abdillah mengungkap sejumlah fakta menyimpangnya pembelajaran di SPN Dirgantara.

Baca Juga: Putri Gus Dur Tak Kaget Lesti Kejora Kembali ke Pelukan Rizky Billar meski Sudah Menjadi Korban KDRT

"Sekolah itu harusnya ditutup. Dalam rapat bersama tim penanganan kasus ini sebelumnya, memang sudah sepakat untuk merelokasi siswa/i yang berada di kelas I dan kelas II ke sekolah lain," ucapnya.

Banyak praktik-praktik pembelajaran yang menjadi hal janggal. Mulai dari temuan terkait penyimpangan anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) hingga sistem yang diterapkan.

Terdakwa kekerasan saat ini Erwin Depari dikatakan Abdillah juga bertindak sebagai pembina, pemilik yayasan dan guru.

Bahkan kompetensi guru pengajar di SMK Dirgantara juga dipertanyakannya. "Ada kami temukan yang ngajar soal teknis baling-baling pesawat, malah gurunya sarjana pendidikan agama, kan gak sinkron," ujarnya.

"Kami banyak memegang data. Mulai dari korban kekerasan di sekolah itu sejak 2017. Hingga kegiatan pendidikan. Tak seperti sekolah semestinya. Mereka hanya disuruh push up, sit up, macam sekolah SPN polisi, padahal SMK penerbangan. Tak pernah kami lihat instrumen belajar yang seharusnya. Laporan orangtua di sekolah ini ke polisi sudah banyak ternyata, berkasnya udah menumpuk, hanya saja tidak ditindak oleh dinas terkait," sebutnya.

Baca Juga: Gagal Jadi Contoh, Oknum Guru Malah Tendang sampai Lempar Tas ke Murid di Depan Kelas, Tuai Pro Kontra

Para orangtua siswa kerap mendapat intervensi dari pihak sekolah. Bahkan anak-anak mereka yang terlanjur masuk asrama pendidikan di sekolah yang berada di bangunan ruko itu seperti terkekang.

Temuan-temuan itu yang membuatnya kian miris. "Biasanya yang luka akibat kekerasan ditahan dulu, sampai lukanya sembuh. Baru boleh keluar asrama atau bertemu orangtua," tuturnya.

Menurutnya Gubernur Kepri sudah membentuk tim dengan nama Tim Penanggulangan Tindak Kekerasan pada Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan Swasta Penerbangan SPN Dirgantara.

Tim inilah yang harusnya menindaklanjuti laporan dan evaluasi terkait kegiatan di sekolah, data-data, mulai dari BOS dan sistem pembelajaran. "Tapi sepertinya tak jalan tim ini," sebut Abdillah.

Kasus kekerasan di SPN Digantara sudah berulang kali terjadi. Pada 2018 juga sempat mencuat ke permukaan. Hanya saat itu tak ada ketegasan dari Dinas Pendidikan Kepri.

Pada kasus terakhir, 2021 lalu beredar foto siswa diborgol dan dirantai lehernya. Selain menerima tindakan kekerasan, para siswa yang dianggap bersalah juga sering ditempatkan di sel isolasi sebagai hukuman.


Dampingi Siswa Korban Kekerasan

Mulai dari rahang siswa bergeser hingga luka-luka lainnya menjadi catatan yang dikantongi KPPAD Batam. Bahkan selama pendampingan para korban kekerasan ini, KPPAD mengaku pihaknya bekerja dengan anggaran mandiri.

Para orangtua murid korban kekerasan disebutkannya juga mengelurakan biaya pribadi, seperti untuk visum dan sebagainya.

"Yah memang begitu kondisinya. Kami KPPAD berharap baik dinas pendidikan provinsi menindak tegas. Begitu juga dengan Pemko Batam, walau SMK ranahnya provinsi, tapi kan lokasinya di Batam. Apalagi Batam sebagai kota layak anak. Kalau dibiarkan seperti ini Batam sama saja dengan kota darurat anak," ungkapnya.

Load More