
SuaraBatam.id - China melaporkan jika negaranya sedang mengalami resesi seks. Pasalnya, dalam satu dekade angka kelahiran di negara tirai bambu itu turun sejak tahun 1960-an.
Menurut laporan terbaru, angka kelahiran di di China pada tahun 2020 lalu menjadi yang terendah dalam 43 tahun terakhir.
Global Times melaporkan, Biro Statistik Nasional China mengumumkan tingkat kelahiran di 2020 tercatat hanya 8,52 per seribu orang.
Lantas apa penyebab resesi seks? Simak ulasannya berikut ini.
Apa itu Resesi Seks
Dalam ilmu kedokteran, Resesi seks' dapat diartikan sebagai merosotnya tingkat gairah pasangan untuk berhubungan seksual, menikah, serta memiliki anak.
Fenomena ini ternyata tidak hanya dialami China saja, akan tetapi juga dialamai beberapa negara lain. Sehingga perkara ini menjadi masalah demografi serius, yang dapat menimbulkan dampak dalam berbagai aspek kehidupan.
Penyebab Resesi Seks
Melansit dari The Atlantic, fenomena resesi seks biasanya terjadi karena sejumlah faktor, di antaranya yaitu:
Baca Juga: Kala Ikan Hasil Tangkapan Nelayan di China Harus Dites PCR
1. Seseorang dapat menemukan 'kesenangan' dengan cara lain
Berdasarkan penelitian di Amerika, dari tahun 1992 hingga 1994, jumlah pria dilaporkan melakukan masturbasi dalam beberapa minggu tertentu meningkat dua kali lipat, menjadi sebanyak 54 persen. Begitu pula jumlah wanita yang melakukannya bahkan meningkat lebih dari tiga kali lipat, yakni menjadi 26 persen.
Selain di Amerika dan China, sejumlah media melaporkan kaum muda di Jepang memandang jika seks sebagai aktivitas mendokusai atau "melelahkan". Sehingga, beberapa di antara mereka akan lebih sering mengunjungi toko onakura untuk melakukan masturbasi di depan karyawan wanita.
Selain itu, kemudahan mengakses internet juga membuat seseorang mengakses laman pornografi yang kemungkinan berkontribusi dalam lonjakan tingkat masturbasi dengan perluasan trend resesi seks.
2. Menganggap aktivitas seks menyakitkan
Penyebab resesi seks lainnya yaitu anggapan jika seks adalah aktivitas yang menyakitkan. Dalam sebuah penelitian di tahun 2012 oleh Debby Herbenick, seorang peneliti aktivitas seks di University of Indiana di Bloomington, terdapat sebanyak 30 persen wanita merasakan sakit saat terakhir kali mereka melakukan hubungan seksual.
Berita Terkait
-
WN China Buron Kasus Penipuan Rp 28,5 Miliar Dideportasi
-
4 Drama China yang Dibintangi Shen Yujie, Terbaru Coroner's Diary
-
5 Drama China yang Dibintangi Yu Cheng'en, Terbaru Coroner's Diary
-
5 Drachin Tayang Juli 2025, Ada Drama Reuni Zhao Jinmai dan Zhang Linghe
-
Review Film Black Dog: Lang dan Anjing Hitamnya di Tepian Gurun Gobi
Terpopuler
- Selamat Datang Elkan Baggott Kembali Disambut Rizky Ridho Hingga Yakob Sayuri
- Pemain Keturunan Rp260,7 Miliar Bawa Kabar Baik Setelah Mauro Zijlstra Proses Naturalisasi
- 4 Pilihan Alas Bedak Wardah yang Bikin Glowing dan Tahan Lama, Murah tapi Berkualitas!
- 4 Rekomendasi Sepatu Running Adidas Rp500 Ribuan, Favorit Pelari Pemula
- 6 Rekomendasi Lipstik yang Tahan Lama Terbaik, Harga Terjangkau Mulai Rp30 Ribuan
Pilihan
-
Pelatih Irak Dibuat Pusing Timnas Indonesia Jelang Ronde 4: Kami Coba Hubungi, tapi...
-
5 Rekomendasi HP 5G Murah Rp 2 Jutaan Pilihan Terbaik Juli 2025
-
Bak Langit dan Bumi! Adu Lezat Nasi Kotak Presiden 2025 vs Bubur Aneh di Piala Dunia Antarklub
-
Awali Pekan Ini, Harga Emas Antam Melesat Jadi Rp 1.924.000/Gram
-
Hantam Joao Pedro di Final Piala Dunia Antarklub, Luis Enrique: Saya Bodoh
Terkini
-
Modal KUR BRI, Omzet Supplier Ikan Ini Melejit Berkat MBG
-
Klasterkuhidupku BRI, Solusi UMKM Batu Bertahan Saat Pandemi
-
BRI dan AgenBRILink Perluas Layanan untuk Inklusi Keuangan Nasional
-
Apakah Layak Berinvestasi Emas Antam 3Gr Saat Ini?
-
Top, BRI Pimpin Daftar Teratas Bank di Indonesia versi The Banker!