
SuaraBatam.id - Kunjungan Ketua DPR Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi ke Taiwan telah merubah banyak sikap China dan menimbulkan banyak dampak.
Salah satunya, China menyatakan menghentikan semua pembicaraan terkait perubahan iklim.
Kemudian, ada tujuh langkah lain yang diambil Beijing terkait protes kedatangan Pelosi ke Taipei.
China menilai delegasi Pelosi dan AS telah menganggu kedaulatan China. Alhasil, Harga yang harus dibayar Washington sangat mahal.
Baca Juga: China-Taiwan Makin Panas, Sri Mulyani: Ekonomi Dunia Makin Terguncang
China membatalkan kerja sama Komandan Teater Timur, pembicaraan Koordinasi Kebijakan Pertahanan (DPCT), Pertemuan Perjanjian Konsultatif Maritim Militer (MMCA).
Agenda seperti kerja sama repatriasi imigran gelap, kerja sama bantuan hukum dalam masalah pidana, kerja sama melawan kejahatan transnasional, dan kerja sama antinarkoba ditangguhkan.
Penagguhan pembicaraan tentang perubahan iklim merupakan kerugian besar bagi AS. Karena, AS mengharapkan China mengurani emisi karbonnya.
Emisi karbon China sangatlah besar dan terus bertambah, menyebabkan emisi dari negara-negara lain seperti mengecil.
Emisi per orang China sekitar setengah dari AS, tetapi 1,4 miliar penduduknya yang besar dan pertumbuhan ekonomi yang eksplosif telah mendorongnya jauh di depan negara lain dalam emisi keseluruhannya.
Baca Juga: Kapal Perang China dan Taiwan Berlayar dengan Jarak Dekat, Masing-masing Lakukan Simulasi Serangan
Berdasarkan data dari Global Carbon Project 2021, China memiliki emisi karbon nasional sebesar 2,912 juta ton per tahun.
Sementara AS hanya 1,286 juta ton karbon per tahun. Indonesia sekitar 161 juta ton karbon pertahun. Melihat porsi emisi China dan AS tersebut, jelas keduanya merupakan negara terbesar menghasil karbon
Besarnya emisi karbon tersebut menjadi isu hangat. Salah satunya menjadi pembahasan di World Economic Forum 2022 kemarin.
Presiden China Xi Jinping mengatakan negaranya akan menargetkan emisinya mencapai titik tertinggi sebelum 2030 dan netralitas karbon dicapai pada 2060.
Namun komitmen tersebut akan ditangguhkan. Dengan begitu tidak hanya AS yang rugi namun seluruh populasi manusia.
Seluruh negara di dunia akan terus mengalami musim kering yang buruk dan musim dingin yang ekstrem akibat rusaknya lingkungan yang mengakibatkan perubahan iklim yang lebih panas.
Berita Terkait
-
COMPUTEX 2025: Kolaborasi Foxconn dan NVIDIA, Bangun Supercomputer hingga Pabrik AI di Taiwan
-
1.400 Peserta dari Berbagai Negara Ramaikan COMPUTEX 2025
-
COMPUTEX 2025: Panggung Inovasi AI dan Teknologi Global
-
Berdayakan Anak Jalanan Lewat Literasi, Pelajar Ini Jadi Wakil Indonesia dalam Asia Girls Campaign
-
Lucunya Hantu Pemula Berjuang Takuti Manusia di Film Dead Talents Society
Terpopuler
- Cerita Stefano Lilipaly Diminta Bela Timnas Indonesia: Saya Tidak Bisa
- Ibrahim Sjarief Assegaf Suami Najwa Shihab Meninggal Dunia, Ini Profilnya
- Siapa Pembuat QRIS yang Hebohkan Dunia Keuangan Global
- 7 Rekomendasi Mobil Matic Bekas di Bawah Rp30 Juta, Murah Tetap Berkelas
- 9 Rekomendasi Mobil Bekas Harga Rp 30 Jutaan, Mesin Bandel Dan Masih Banyak di Pasaran
Pilihan
-
5 Rekomendasi Skincare Wardah Terbaik, Bahan Alami Aman Dipakai Sehari-hari
-
Mau Masuk SMA Favorit di Sumsel? Ini 6 Jalur Pendaftaran SPMB 2025
-
Mobilnya Dikritik Karena Penuh Skandal, Xiaomi Malah Lapor Warganet ke Polisi
-
Bos Sritex Ditangkap! Bank BJB, DKI Hingga Bank Jateng Terseret Pusaran Kredit Jumbo Rp3,6 Triliun?
-
Warga RI Diminta Tingkatkan Tabungan Wajib di Bank Demi Cita-cita Prabowo Subianto
Terkini
-
9 WNA Dideportasi Imigrasi Batam gegara Salahgunakan Izin Tinggal
-
5 Alasan Mengapa Mobil Rental adalah Pilihan Cerdas untuk Liburan Anda
-
Inilah 5 Kebiasaan yang Membuat Tagihan Listrik Bisa Bengkak!
-
Mantri Perempuan BRI Ini Refleksikan Semangat Kartini: Tanpa Lelah Berdayakan Pengusaha Mikro
-
Rayakan Hari Kartini, BRI Perkuat Komitmen pada Kesetaraan Gender, Berdayakan Kaum Perempuan