Sebaliknya Johor hanya dijadikan daerah pegangan Temenggung, bersama Singapura.
"Artinya jika mengambil kasus berdirinya kerajaan Johor, tahun 1529, maka kesultanan Riau (Johor, Pahang, Lingga) yang berdiri tahun 1722 itu, bukan lagi bahagian dan penerus kesultanan Johor yang sudah tumbang tahun 1721," jelasnya.
Sehingga, Kesultanan Riau (1722-1912) adalah kerajaan baru bernama kerajaan Riau, sementara nama Johor, Pahang dan Terengganu disebut karena daerah itu merupakan daerah taklukan dan negeri pegangan.
Artinya, kesultanan Riau itu, sejak tahun 1722 , adalah bahagian dari sejarah Indonesia, bukan bahagian sejarah Malaysia.
Apalagi dalam asfek pemerintahan, di kesultanan Riau itu sudah bersatu dan bersebati dengan tradisi dan sistim politik Bugis. Persebatian melayu-Bugis telah menjadi sistim dan kedaulatan politik di kesultanan ini.
Dalam sejarahnya, kata Rida kembali, yang dapat dikatakan penerus Kerajaan Johor itu sebenarnya adalah kerajaan Siak Sri Indrapura, yang berpusat di Sungai Siak (Riau sekarang), karena pendirinya adalah Raja Kecik, Sultan Johor yang bergelar Abdul Jalil Rahmat Syah, karena ketika dia mendirikan kerajaan Siak, dia tetap memakai gelar Sultan Johor, Abdul Jalil Rahmat Syah. Sama seperti Alaudin Riayat Syah yang memakai gelar Sultan warisan Melaka.
"Tapi seperti Alaudin Riauat Syah, maka Raja Kecik atau Abdul Jalil Rahmat Syah itupun tidak sekalipun pernah memindahkan kembali pusat pemerintahannya ke Johor. Raja Kecik ( 1721-1740), tetap di Siak sampai akhir hayatnya. Demikian juga dengan para penerusnya, sampai kerajaan ini berakhir tahun 1946. Siak tetap menjadi bahagian sejarah Indonesia, sejak tahun 1723," ujar Rida menceritakan.
Pada tahun 1819, ketika Sultan Husin Syah, putera tertua Sultan Riau, Mahmud Riayat Syah, mendirikan kerajaan Singapura dan Johor, dengan bantuan Inggris, dia tetap menyembah ke Riau dan mengaku kerajaan Riau sebagai pusat daulat dan tempat meminta tunjuk ajar dalam urusan pemerintahan dan adat istiadat .
Demikian juga Pahang. Baru tahun 1885, Johor menjadi kerajaan baru di bawah Maharaja Abu Bakar dan tahun 1888, Pahang menjadi kerajaan sendiri di bawah Ahmad Syah, yang keduanya didukung oleh Inggris.
Baca Juga: Kejati Riau Periksa Mantan Rektor UIN Suska Terkait Dugaan Korupsi BLU Ratusan Miliar Rupiah
"Jadi kenyataan sejarah masa lalu ini, apakah sebagai dasar klaim seperti konroversi saat ini, sebenarnya bisa juga dilakukan oleh Indonesia melalui sejarah Kepulauan Riau yang mewarisi wilayah administrasi pemerintahan eks Kesultanan Riau saat itu, terhadap Singapura, Johor dan Pahang, karena ketiga wilayah itu dahulunya adalah daerah taklukan dan kekuasaan Kesultanan Riau," kata Rida.
Klaim seperti ini, lanjut Rida, pernah dilakukan oleh Sultan Riau Mahmud Muzaffar Syah (1843-1857) yang minta Inggris mengembalikan Pahang, Johor, dan Terengganu kepada Kesultanan Riau.
Bahkan tahun 1852, Sultan Singapura dan Johor, Ali Iskandar Syah pernah hendak mengembalikan Singapura dan Johor kepada Riau, tapi telah digagalkan oleh Inggris dan Belanda.
Karena rencana politik nya itu, Mahmud Muzaffar Syah dimakzulkan oleh Belanda, diawasi tindak tanduknya oleh Inggris di kawasan Semenanjung. Mahmudc Muzaffar Syah pernah menggunakan seorang pengacara asing untuk mewujudkan klaimnya itu, menyatukan kembali wilayah kekuasaan Kesultanan Riau yang sudah tercabik cabik itu.
"Namun Belanda dan Inggris lah yang memisahkan kedaulatan Kesultanan Riau (Johor, Pahang, Lingga) melalui Traktat London 1824," jelasnya.
Dan Belandalah yang paling kukuh menggunakan istilah kerajaan Johor, Riau dan Pahang, dalam dokumen-dokumen perjanjian, kontrak politik dan administrasi pemerintahan nya karena kepentingan politik mereka ingin tetap menjadikan kawasan Semenanjung tanah melayu ini, sebelum tahun 1824, tetap di bawah kendali Gubernur Belanda di Melaka. Dokumen-dokumen Belanda itulah yang kemudian dijadikan sumber primer dalam penulisan sejarah kawasan Semenanjung ini.
Tag
Berita Terkait
-
Polda Riau Kirim Bantuan Gelombang Keempat, 3.459 Alat Kerja Dikerahkan ke Aceh dan Sumbar
-
Jadwal Timnas Voli Indonesia di SEA Games 2025, Misi Pertahankan Medali Emas
-
Indonesia Sukses Raih Emas di Kejuaraan Dunia Arung Jeram 2025
-
Kecewa Imbas Gagal, Malaysia Justru akan Lebih Sakit Jika Berhasil Lolos ke AFC U-17! Kok Bisa?
-
Benteng Terakhir yang Terkoyak: Konflik Manusia dan Negara di Jantung Tesso Nilo
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Rp80 Jutaan: Dari Si Paling Awet Sampai yang Paling Nyaman
- 5 Sabun Cuci Muka Wardah untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Sehat dan Awet Muda
- 5 Shio yang Diprediksi Paling Beruntung di Tahun 2026, Ada Naga dan Anjing!
- Timur Kapadze Tolak Timnas Indonesia karena Komposisi Pemain
- 19 Kode Redeem FC Mobile 5 Desember 2025: Klaim Matthus 115 dan 1.000 Rank Up Gratis
Pilihan
-
Kekuatan Tersembunyi Mangrove: Bisakah Jadi Solusi Iklim Jangka Panjang?
-
Orang Pintar Ramal Kans Argentina Masuk Grup Neraka di Piala Dunia 2026, Begini Hasilnya
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
-
Listrik Aceh, Sumut, Sumbar Dipulihkan Bertahap Usai Banjir dan Longsor: Berikut Progresnya!
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
Terkini
-
Angkat Kearifan Lokal, Menu MBG di Kepri Pakai Makanan Tradisional
-
Operasi Zebra 2025 di Kepri Optimalkan ETLE, Berikut Deretan Lokasinya
-
Update Harga Emas Antam Hari Ini, Turun Menjadi Rp2,322 Juta per Gram
-
Pencuri yang Beraksi di 50 Lokasi Dibekuk
-
Adu Kuat Dua Nama Menuju Kursi Ketua DPC NasDem Batam