Scroll untuk membaca artikel
M Nurhadi
Sabtu, 26 Juni 2021 | 18:53 WIB
Tim forensik kepolisian melakukan otopsi jenazah santri yang dianiaya temannya sendiri di Ponorogo [Foto: Beritajatim]

SuaraBatam.id - Sejumlah fakta terkuak dari kasus penganiayaan santri hingga tewas di Ponorogo. Salah satunya, dituturkan oleh salah seorang pelaku, yakni pemukulan biasa dilakukan jika santri ketahuan bersalah.

Aksi main hakim sendiri itu dilakukan murni inisiatif dari para santri.

Salah satu pelaku MN (18) merupakan senior dari korban mengaku menyesal karena secara spontan memukuli juniornya usai dia mengaku mencuri uang Rp100 ribu milik temannya.

“Karena mencuri ya dihukum,” kata MN, Sabtu (26/6/2021).

Baca Juga: Diduga Jadi Korban Pelecehan oleh Ustadz Sendiri, Santri Mengaku Sudah Tiga Kali Terjadi

Ia mengaku, hukuman sering diberikan kepada santri yang kedapatan melakukan perbuatan tercela. Tidak hanya itu, ia menuturkan, hal seperti itu sudah biasa dilakukan di ponpes.

Namun perlakuan tersebut menurutnya atas dasar inisiatif dari para santri.

“Kalau mencuri memang selalu dihukum seperti itu,” tutur MN, melansir Jatimnet.com --jaringan Suara.com.

Dijelaskan oleh Kasatreskrim Polres Ponorogo, AKP Hendi Septiadi menerangkan jika korban M (15) yang berasal dari Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Sumsel, baru belajar tiga minggu di Ponpes.

Korban merupakan anak yatim piatu yang ingin menimba ilmu agama di ponpes tersebut.

Baca Juga: Santri di Salah Satu Ponpes Bantul Diduga jadi Korban Pelecehan Seksual oleh Ustadznya

“Saya analisa korban ini mencuri karena kurangnya bekal juga, apalagi anak ini yatim piatu dan diasuh oleh walinya,” terang Hendi.

Hendi menambahkan saat keempat pelaku yakni MN (18), YA (15), AMR (15), AM (AM) melakukan pengeroyokan dengan cara menendang serta memukul kepala dan badan korban secara bergantian.

Hingga akhirnya korban tidak sadarkan diri dan mengalami muntah darah.

“Keempatnya mengeroyok dengan tangan kosong,” pungkas Hendi. 

Load More