Scroll untuk membaca artikel
M Nurhadi
Jum'at, 18 Juni 2021 | 10:59 WIB
Ilustrasi. (Shutterstock)

Pengajian jenis itu, biasanya mengajarkan perasaan rendah diri dan tertindas pada jemaahnya,” kata Eko Kuntadhi.

“Bahwa Islam sedang ditindas, Islam sedang disingkirkan, Islam sedang membutuhkan para jihadis untuk membelanya,” lanjutnya.

Secara tidak langsung, ujar Eko, para audiens yang mengiktui pengajian itu didoktrin seolah-olah untuk membela agama.

“Nah, Krisna ini, anak muda yang tadinya polos, tercuci kepalanya, ia memupuk kebencian dalam dirinya akibat doktrin para murabi yang mengajarkan agama yang terus membombardinya dengan semangat membenci kelompom lain,” ujarnya.

Baca Juga: Bukan JAD Makassar, 13 Teroris di Riau Ternyata Komplotan Jamaah Islamiyah

Tidak hanya Krisna, Eko juga menyebutkan nama-nama teroris lainnya yang kisahnya hampir sama dengan Krisna.

Ia juga menyinggung Kurnia Widodo, pelaku bom Jawa Barat dan Dita, pelaku bom bunuh diri Surabaya tahun 2018.

Eko mengatakan, Kurnia adalah lulusan Teknik Kimia ITB dan Dita adalah lulusan Teknik Kimia ITS.

“Widodo dan Dita saat mahasiwa juga aktif di pengajian ekslusif kampus. Di sanalah awalnya disematkan bibiy intoleran di dalam kepala para mahasiswa itu,” ujar Eko Kuntadhi.

Baca Juga: Densus 88 Tangkap 13 Teroris Jamaah Islamiyah, Buntut Bom Gereja

Load More