Scroll untuk membaca artikel
M Nurhadi
Kamis, 13 Mei 2021 | 07:30 WIB
Ilustarsi meriam bambu (Antara)

SuaraBatam.id - Permainan anak zaman dulu yang identik dengan Ramadhan dan Hari Raya salah satunya meriam bambu sederhana kini mulai sulit ditemukan. Majunya zaman mengalahkan budaya unik yang satu ini.

Di Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau (Kepri), khususnya Daik Lingga sudah jarang terdengar suara dentuman meriam bambu atau lebih dikenal dengan sebutan `bedil`atau "dor-doran" itu.

Untuk membuatnya sebenarnya cukup mudah, dua bahan dasar yakni karbit dan minyak tanah bisa dengan mudah dibeli di pengecer. Karbit kemudian dipotong dalam ukuran kecil, kemudian dicampur air dan dimasukkan ke dalam bedil.

Apabila memakai minyak tanah. Minyak cukup dimasukkan ke dalam bambu, kemudian bambu yang sudah dilubangi di disulut dengan api.

Baca Juga: Nonton Live Komunitas Otomotif dan Ikut #KebaikanTanpaModal Berhadiah Seru

Jika memainkannya dengan minyak tanah, bedil tidak langsung berbunyi. Butuh proses. Bedil harus ditiup, kemudian disulut api, begitu lah hingga bagian bedil panas.

Setelah mulai panas, bedil akan mulai mengeluarkan bunyi mulai dari perlahan hingga kuat. Bedil biasanya dibuat dari bambu besar dan berkulit tebal dan liat.

Pasalnya, kekuatan ledak bedil kadang membuat bambu pecah. Ada pula yang menyebutkan, semakin besar bambu maka semakin kuat juga bunyi yang dihasilkan bedil tersebut.

Untuk membuatnya sendiri juga tidak sulit, bambu dipotong beberapa ruas. Ruas bambu dilubangi, kecuali ruas terakhir di mana ada lobang kecil untuk disulut api.

"Dhuarrr!!" suara menggelegar

Baca Juga: Khawatir Muncul Kerumunan, Pengunjung Pasar Kebon Kembang Bogor Dibatasi

Saat petasan meriam, bedil atau meriam bambu masih disukai banyak kalangan, biasanya dimainkan anak-anak dan remaja pada bulan Ramadan. Lantas ia pun menjadi tradisi.

Sayangnya, beberapa tahun terakhir ini, nyaris tak ada yang memainkan tradisi leluhur ini. Ia ditelan permainan yang dianggap lebih kekinian.

Bahkan saat ini, sudah ada bedil jenis baru. Bukan dari bambu, melainkan dari pipa paralon dan ada juga dari kaleng bekas yang disambung menggunakan lakban.

Kehadiran bedil ini turut menenggelamkan bedil bambu yang dulunya kerap dimainkan. Terlebih dengan hadirnya petasan.

Bedil bambu pun seolah tak dilirik lagi. Hanya segelintir anak-anak saja yang memainkannya hingga kini makin sulit ditemui.

Load More